XVG – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan bahwa Menteri Komdigi, Meutya Hafid, menjadi salah satu korban penyebaran hoaks dengan modus deepfake atau pemalsuan video menggunakan kecerdasan buatan (AI). Insiden ini terjadi pada awal tahun ini, menambah daftar panjang tokoh publik yang menjadi sasaran kejahatan siber.
Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Komdigi, Okky Robiana Sulaeman, menyampaikan informasi ini dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025). Okky menjelaskan bahwa selain Meutya Hafid, Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menjadi korban hoaks deepfake. Penangkapan pelaku dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Okky mengungkapkan bahwa kasus penipuan dengan deepfake semakin marak sejak tahun 2024. Komdigi telah berhasil mengungkap 43 kasus hoaks yang melibatkan deepfake dan menargetkan pejabat negara serta tokoh publik. “Setiap hari kami melakukan patroli untuk mendeteksi konten-konten hoaks. Kami juga berkoordinasi dengan kepolisian untuk merilis hoaks tersebut dan melakukan take down dari platform,” jelas Okky.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Adji, menyampaikan apresiasi atas sinergi yang terjalin antara Polri dan Komdigi dalam menangani kasus kejahatan siber. “Dalam mengatasi kejahatan siber, kami tidak bisa bekerja sendiri. Kerja sama dalam bentuk joint investigasi, berbagi informasi, dan peningkatan kapasitas sangat penting,” ujar Himawan.
Himawan menambahkan bahwa berkat langkah proaktif Kemenkomdigi, sejumlah tindakan konkret telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini. “Kemenkomdigi telah melakukan berbagai kegiatan sehingga akun-akun yang dimiliki oleh tersangka tidak bisa diakses lagi,” pungkasnya.
Kasus deepfake yang menimpa Meutya Hafid dan tokoh lainnya menunjukkan tantangan baru dalam keamanan digital. Sinergi antara lembaga pemerintah dan penegak hukum menjadi kunci dalam menghadapi ancaman ini. Diharapkan, langkah-langkah pencegahan dan penanganan yang lebih efektif dapat diterapkan untuk melindungi privasi dan reputasi individu di era digital.