XVG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali lebih dalam kasus dugaan korupsi lahan di Rorotan, Jakarta Utara. Dalam upaya ini, tim penyidik KPK telah menyita sejumlah aset milik salah satu tersangka dengan nilai mencapai puluhan miliar rupiah. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengungkapkan bahwa penggeledahan telah dilakukan di beberapa lokasi terkait kasus ini.
KPK berhasil menyita dua unit apartemen yang berlokasi di Jakarta Selatan dan Tangerang. “Pada awal bulan ini, penyidik KPK telah melakukan penyitaan dan pemasangan tanda penyitaan terhadap dua unit apartemen di Jakarta Selatan dan Serpong,” ujar Tessa dalam keterangan kepada wartawan pada Sabtu (8/2/2025).
Selain apartemen, penyidik KPK juga menyita dua bidang tanah di wilayah Cikarang dengan luas total 11 ribu meter persegi atau 1,1 hektare. Keempat aset ini diketahui milik Donald Sihombing (DNS), Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada, yang merupakan salah satu tersangka dalam kasus ini. “Taksiran nilai dari empat bidang aset yang disita tersebut kurang lebih sebesar Rp 22 miliar,” tambah Tessa.
Dalam pengembangan kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Yoory C Pinontoan (YCP), Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya; Indra S Arharrys (ISA), Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya; Donald Sihombing (DNS) dari PT Totalindo Eka Persada (PT TEP); Saut Irianto Rajaguguk, Komisaris PT TEP; dan Eko Wardoro (EW), Direktur Keuangan PT TEP.
Kasus ini bermula ketika PT TEP berencana membeli enam bidang tanah milik PT Nusa Kirana Real Estate (PT NKRE) pada Februari 2019. Tanah tersebut memiliki luas 11,72 hektare dengan harga Rp 950 ribu per meter persegi, yang akan diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE ke PT TEP dengan nilai transaksi total Rp 117 miliar.
PT TEP kemudian mengajukan surat kerja sama pengelolaan lahan dengan harga penawaran Rp 3,2 juta per meter persegi menggunakan skema kerja sama operasional (KSO) bersama Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Tawaran ini direspons oleh tersangka Yoory, yang saat itu menjabat sebagai Dirut Perumda Jaya. Namun, kerja sama tersebut dilakukan tanpa kajian yang sesuai aturan.
KPK mengungkap adanya kongkalikong dan pemberian sejumlah uang yang diterima tersangka Yoory dari pihak PT TEP. Yoory diduga menerima imbalan dalam bentuk mata uang asing untuk pengurusan pengadaan lahan tersebut.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa terdapat kerugian negara/daerah setidaknya sebesar Rp 223 miliar (Rp 223.852.761.192) akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada tahun 2019-2021.
Kasus korupsi lahan di Rorotan ini menambah daftar panjang kasus korupsi yang merugikan negara. Dengan penyitaan aset dan penetapan tersangka, KPK berupaya mengungkap tuntas kasus ini demi menegakkan hukum dan keadilan. Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan transparan dan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.