XVG – Sejak muncul di kancah publik pada era 1980-an, kisah pendiri Microsoft, Bill Gates, telah menjadi legenda tersendiri. Lahir pada tahun 1955 dari keluarga yang berkecukupan, Gates menunjukkan bakatnya di bidang teknologi sejak usia 13 tahun dengan memprogram gim video pertamanya. Di sekolah persiapan eksklusif di Seattle, ia bertemu Paul Allen, yang kelak menjadi rekan pendiri Microsoft. Gates kemudian melanjutkan pendidikan di Harvard, namun memutuskan untuk keluar dan mendirikan “Micro-Soft” bersama Allen pada tahun 1975.
Dalam memoarnya yang baru dirilis, “Source Code: My Beginnings,” Gates mengisahkan kembali perjalanan hidupnya. Ia menggambarkan dirinya sebagai anak yang merasa tidak cocok dan sering berselisih dengan orang tua. Keputusan untuk meninggalkan pendidikan formal demi bertaruh pada industri yang belum ada saat itu menjadi salah satu tantangan terbesarnya. Dua buku lain yang akan membahas perannya sebagai CEO Microsoft dan kepala Yayasan Gates dijadwalkan terbit.
Namun, tidak semua pihak melihat memoar ini sebagai karya yang tulus. Tim Schwab, seorang jurnalis investigasi, mengkritik buku tersebut sebagai upaya pemasaran dan pencitraan oleh orang kaya dan berkuasa. Schwab, penulis “The Bill Gates Problem: Reckoning with the Myth of the Good Billionaire,” menilai bahwa Gates berusaha menampilkan diri sebagai miliarder yang baik, meskipun tidak banyak hal baru yang terungkap dalam buku tersebut.
Berkat kesuksesan Microsoft, Gates menjadi orang terkaya di dunia pada tahun 1995 dan mempertahankan posisi tersebut hingga 2008. Meskipun kini posisinya telah dilampaui oleh miliarder lain seperti Elon Musk dan Mark Zuckerberg, Gates tetap memiliki kekayaan sekitar USD107 miliar dan menduduki peringkat ke-13 orang terkaya di dunia. Citra positif dan koneksi luasnya memberinya akses ke para pemimpin dunia, termasuk pertemuan dengan Xi Jinping dan makan malam dengan Donald Trump.
Yayasan Gates dikenal karena upayanya memerangi penyakit dan kelaparan di seluruh dunia. Namun, Schwab mengkritik bahwa hasil dari program-program tersebut sering kali tidak mencapai target. Salah satu kasus kontroversial adalah program AGRA di Afrika, yang gagal memenuhi janjinya untuk menggandakan hasil pertanian dan mengurangi kelaparan. Beberapa organisasi di Afrika bahkan menuntut ganti rugi dari Yayasan Gates, menuduh bahwa intervensi mereka justru merugikan sistem pangan lokal.
Schwab memperingatkan bahwa Gates tetap merupakan investor swasta yang berfokus pada perluasan kekayaannya. Ia menyoroti bahwa banyak proyek Yayasan Gates didanai oleh pembayar pajak, dan Gates memiliki pengaruh besar dalam politik melalui kontribusi finansial. Schwab juga menyatakan bahwa meskipun Elon Musk mungkin mewakili generasi baru oligarki, ia dan Gates adalah bagian dari cerita yang sama tentang peran kekayaan ekstrem dalam demokrasi.
Dengan segala pencapaiannya, citra Bill Gates sebagai “miliarder baik” terus menjadi perdebatan. Apakah ia benar-benar berkomitmen untuk kebaikan global, atau sekadar membangun citra positif untuk kepentingan pribadi? Pertanyaan ini mungkin akan terus menjadi bahan diskusi di masa mendatang.