Di Indonesia, harga cabai rawit merah melonjak tajam, mencapai Rp 130.000 per kilogram, menyamai harga daging sapi. Lonjakan ini dipicu oleh kegagalan panen di berbagai daerah penghasil akibat cuaca ekstrem dan banjir yang melanda.
Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Abdul Hamid, mengungkapkan bahwa kegagalan panen ini disebabkan oleh kondisi iklim yang tidak bersahabat. “Iklim yang tidak menentu menyebabkan banyak kerusakan pada tanaman cabai rawit merah. Selain itu, ketika stok menipis, harga melonjak drastis. Hujan membuat cabai sulit dipanen, ditambah lagi rentan terhadap serangan hama,” jelas Abdul Hamid kepada detikcom, Rabu (8/1/2025).
Di tingkat petani, harga cabai rawit merah telah mencapai Rp 95.000 per kilogram, jauh di atas harga acuan pembelian (HAP) yang berkisar antara Rp 25.000 hingga Rp 31.500 per kilogram. Kondisi ini menyebabkan harga di pasar semakin melambung. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga rata-rata nasional cabai rawit merah mencapai Rp 86.300 per kilogram, dengan beberapa pasar mencatat harga hingga Rp 130.000 per kilogram.
Pada Selasa (7/1), harga cabai rawit merah di Pasar Jatinegara mencapai Rp 130.000 per kilogram, di Pasar Kramatjati Rp 133.150 per kilogram, dan di Pasar Minggu Rp 105.000 per kilogram. Jika dibandingkan, harga ini setara dengan harga daging sapi kualitas I yang tercatat Rp 137.000 per kilogram dan kualitas II Rp 131.650 per kilogram.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), I Gusti Ketut Astawa, mengungkapkan bahwa curah hujan yang tinggi dan banjir menyebabkan cabai cepat membusuk. Selain itu, angin kencang juga merusak tanaman cabai. Daerah yang terdampak banjir antara lain Sulawesi Selatan, Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidenreng Rappang, serta beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
“Beberapa di daerah Jawa juga ada banjir di sentra-sentra produksi cabai. Ini menyebabkan juga potensi kehilangan produksi lumayan besar di daerah tersebut, bisa sampai 60%-70%,” jelas Ketut kepada detikcom. Ketut belum bisa memastikan apakah harga cabai rawit akan tetap tinggi saat Ramadan, namun berharap harga dapat turun mendekati HAP jika kondisi cuaca membaik.
“Harusnya di bulan Februari sudah mulai produksi agak banyak. Kalau tiba-tiba hujan lebat, banjir dan lain sebagainya tidak terelakkan, nah ini mungkin yang di luar kuasa kita. Kalau katakanlah hujan sudah mulai agak normal, tidak ada bencana yang banyak, nah Februari itu akan mulai sedikit-sedikit akan mulai penurunan harga,” pungkasnya.
Lonjakan harga cabai rawit merah yang setara dengan harga daging sapi menunjukkan dampak serius dari kondisi cuaca ekstrem terhadap sektor pertanian. Diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah ini, termasuk peningkatan infrastruktur pertanian dan pengelolaan risiko bencana, agar harga pangan dapat lebih stabil di masa mendatang.