Kanselir Jerman, Olaf Scholz, menjadi sasaran kritik tajam dari Elon Musk di media sosial. Musk, seorang taipan teknologi dan pemilik platform X, secara terang-terangan menyebut Scholz sebagai “individu bodoh yang tidak kompeten” dan mendesaknya untuk mengundurkan diri. Pada Kamis (9/1/2025), Musk berencana menggunakan platformnya untuk berdialog panjang dengan Alice Weidel, pemimpin partai ekstrem kanan Jerman, AfD, yang dikenal dengan sikap anti-imigrannya.
Bagi banyak politisi Jerman, tindakan Musk ini dianggap sebagai campur tangan politik, terutama karena AfD saat ini berada di posisi kedua dalam jajak pendapat menjelang pemilihan federal yang akan berlangsung pada 23 Februari mendatang. Scholz sendiri menanggapi serangan ini dengan tenang, menyarankan agar tidak memberikan perhatian kepada Musk yang mencoba memprovokasi.
Tidak semua pemimpin Eropa dapat mengabaikan Musk. Beberapa, seperti Giorgia Meloni dari Italia, menyukai Musk, sementara yang lain merasa terganggu dengan keterlibatannya dalam politik domestik mereka, terutama menjelang perannya sebagai penasihat Presiden AS, Donald Trump.
Dalam waktu 24 jam, empat pemerintahan di Eropa menyatakan keberatan terhadap postingan Musk di media sosial. Presiden Prancis, Emmanuel Macron, adalah salah satu yang pertama menyatakan ketidakpercayaannya terhadap Musk. Macron mempertanyakan bagaimana seorang pemilik jejaring sosial besar dapat mendukung gerakan reaksioner internasional dan terlibat langsung dalam pemilu, termasuk di Jerman.
Perdana Menteri Norwegia, Jonas Gahr Store, juga menyuarakan kekhawatirannya tentang seseorang dengan akses besar terhadap jejaring sosial dan sumber daya ekonomi yang signifikan terlibat dalam urusan dalam negeri negara lain. Pilar Alegría, juru bicara pemerintah Spanyol, menekankan bahwa platform digital seperti X harus bertindak dengan netralitas mutlak dan tanpa campur tangan apapun.
Intervensi Musk dalam politik Jerman menjadi yang paling kontroversial, terutama karena pemilu akan segera digelar. Musk telah beberapa kali menyatakan dukungannya terhadap AfD dalam beberapa pekan terakhir, bahkan menulis artikel kontroversial di Welt am Sonntag yang menyebut AfD sebagai “percikan harapan terakhir” bagi Jerman.
Musk membenarkan intervensinya dengan alasan adanya investasi finansial perusahaannya, Tesla, di Jerman. Dia menolak penggambaran AfD sebagai ekstrem kanan dan ekstremis, dengan alasan bahwa Alice Weidel memiliki pasangan sesama jenis asal Sri Lanka. Namun, badan keamanan Jerman telah melabeli AfD sebagai kelompok ekstrem kanan atau terduga ekstremis, dan pengadilan telah memutuskan bahwa AfD memiliki tujuan yang bertentangan dengan demokrasi.
Meskipun Olaf Scholz berusaha untuk tetap tenang, kandidat kanselir dari Partai Hijau, Robert Habeck, lebih blak-blakan dalam menanggapi Musk: “Jangan urusi demokrasi kami, Mr Musk.” Sementara itu, pemimpin Partai Liberal FDP, Christian Lindner, berpendapat bahwa tujuan Musk mungkin untuk melemahkan Jerman demi kepentingan AS, dengan merekomendasikan untuk memilih partai yang akan merugikan Jerman secara ekonomi dan mengisolasi secara politik.
Selain keterlibatannya dalam politik Jerman, Musk juga memperluas kepentingan bisnisnya di Italia. Giorgia Meloni baru saja melakukan perjalanan untuk makan malam bersama Donald Trump di Mar-a-Lago ketika muncul laporan bahwa Italia sedang dalam pembicaraan dengan SpaceX milik Musk untuk menandatangani kesepakatan senilai 1,6 miliar dolar. Kesepakatan ini akan memungkinkan satelit Starlink dari SpaceX menyediakan layanan internet terenkripsi dan telekomunikasi untuk Italia.
Namun, kesepakatan tersebut tampaknya belum final, dan Roma dengan cepat membantah adanya kontrak yang telah ditandatangani. Musk menyatakan bahwa dia siap memberikan Italia konektivitas yang paling aman dan canggih, meskipun belum ada konfirmasi bahwa kesepakatan telah tercapai.
Kontroversi yang melibatkan Elon Musk di Eropa, terutama di Jerman, menyoroti dampak besar yang dapat ditimbulkan oleh tokoh teknologi dalam politik internasional. Dengan dukungan dan kritik yang datang dari berbagai penjuru, peran Musk dalam politik Eropa akan terus menjadi sorotan, terutama menjelang pemilu penting di Jerman. Kejadian ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga netralitas dan integritas dalam penggunaan platform digital di era modern ini.