XVG.id - Portal Berita Generasi Muda Indonesia
  • Home
  • Viral
  • Nasional
  • Selebriti
  • E-Sport
  • Musik
  • Fashion
  • Lifestyle
Reading: Transformasi Drastis Tokyo: Dari Kemerosotan Ekonomi hingga Ibu Kota Seks Asia
Share
  • Subscribe US
Notification
XVG.id - Portal Berita Generasi Muda IndonesiaXVG.id - Portal Berita Generasi Muda Indonesia
Font ResizerAa
  • Home
  • Nasional
  • Selebriti
  • Game & E-Sport
  • Musik
  • Fashion
  • Lifestyle
  • Viral & Trending
Search
  • Home
  • Nasional
  • Selebriti
  • Game & E-Sport
  • Musik
  • Fashion
  • Lifestyle
  • Viral & Trending
Have an existing account? Sign In
Follow US
© XVG.co.id - Portal Media Generasi Muda Indonesia
XVG.id - Portal Berita Generasi Muda Indonesia > Blog > Ekonomi > Transformasi Drastis Tokyo: Dari Kemerosotan Ekonomi hingga Ibu Kota Seks Asia
EkonomiInternasional

Transformasi Drastis Tokyo: Dari Kemerosotan Ekonomi hingga Ibu Kota Seks Asia

Redaksi XVG
Last updated: 29 Desember 2024 1:43 am
Redaksi XVG
Share
4 Min Read

Kemerosotan ekonomi Jepang, ditandai dengan penurunan nilai Yen dan meningkatnya kemiskinan, telah mengubah wajah Tokyo secara signifikan. Kota yang dulunya dikenal sebagai pusat teknologi dan budaya kini mendapatkan julukan baru sebagai ibu kota seks Asia. Fenomena ini menarik perhatian banyak pria asing yang datang ke Tokyo untuk mencari ‘wisata seks’, sebuah tren yang berbanding terbalik dengan masa kejayaan ekonomi Jepang ketika warga negaranya justru mencari hiburan serupa di negara-negara miskin.

Yoshide Tanaka, sekretaris jenderal Dewan Penghubung Pelindung Pemuda (Seiboren), mengakui bahwa Jepang kini menghadapi tantangan ekonomi yang serius. Sebuah taman yang terletak dekat kantor Seiboren telah menjadi pusat perdagangan seks, terutama setelah pembatasan perjalanan akibat pandemi Covid-19 dicabut. Tanaka mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah pengunjung asing yang datang ke taman tersebut, dengan mayoritas berasal dari China, meskipun ada juga yang berkulit putih, Asia, dan hitam.

Di taman Okubo, sekitar 30 wanita terlihat menunggu panggilan setiap malam. Transaksi tawar-menawar untuk layanan seksual menjadi pemandangan umum di sana. Beberapa turis asing datang berkelompok dan sering kali ditemani penerjemah untuk memfasilitasi negosiasi. Aktivitas ini menarik perhatian banyak orang, termasuk mereka yang membawa kamera untuk mengambil gambar secara diam-diam dan menyiarkan kegiatan tersebut di media sosial. Sebuah video yang diunggah di media sosial X tahun lalu bahkan mendapatkan 12 ribu likes.

Para wanita yang menjajakan diri di taman Okubo lebih memilih melayani warga negara asing, karena khawatir pelanggan dari Jepang adalah polisi yang menyamar. Kazuna Kanajiri, perwakilan dari Paps, sebuah lembaga nirlaba yang mendukung korban kekerasan seksual, menyatakan bahwa taman Okubo telah menjadi destinasi ‘wisata seks’ bagi pengunjung asing. Namun, hingga kini belum ada tindakan efektif yang diambil untuk mengatasi situasi ini.

Anggota parlemen Jepang khawatir bahwa reputasi negara mereka akan tercoreng akibat layanan seksual yang marak di taman Okubo. Kazunori Yamanoi dari Partai Demokrat Konstitusional Jepang, partai oposisi utama, menegaskan bahwa Jepang telah menjadi tempat di mana pria asing dapat dengan mudah mendapatkan layanan seksual. Yamanoi telah lama mengadvokasi undang-undang yang lebih ketat untuk mengatur industri pekerja seks.

Pihak kepolisian Tokyo berusaha menertibkan kawasan tersebut, dengan setidaknya 140 wanita ditangkap tahun lalu atas dugaan prostitusi jalanan. Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo mencatat bahwa 43% dari mereka yang ditangkap adalah wanita yang dijajakan oleh klub dewasa, yang sering kali memiliki kuota yang harus dipenuhi untuk membayar utang klub. Harga rata-rata untuk satu sesi adalah 20 ribu yen atau sekitar Rp 2 juta, namun bisa turun menjadi 15 ribu yen saat bisnis sedang lesu.

Para wanita yang terlibat dalam prostitusi jalanan menghadapi berbagai risiko, mulai dari kekerasan fisik, pemerasan, hingga penyakit menular seksual. Miya, nama samaran, menceritakan pengalaman pahitnya dengan pelanggan yang kasar. Temannya bahkan dipukuli oleh pelanggan asing dan dipaksa mengembalikan setengah uangnya karena tidak mencapai orgasme. Ketika Miya mencoba membantu temannya melarikan diri, ia ditendang dan temannya diancam untuk mengembalikan uang tersebut. Mereka tidak melaporkan kejadian ini ke pihak berwenang karena merasa tidak akan mendapatkan keadilan.

Transformasi Tokyo menjadi ibu kota seks Asia mencerminkan dampak mendalam dari kemerosotan ekonomi Jepang. Fenomena ini tidak hanya menimbulkan kekhawatiran terhadap reputasi negara, tetapi juga menyoroti perlunya tindakan tegas untuk melindungi para wanita yang rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan. Upaya penertiban oleh pihak kepolisian harus diimbangi dengan kebijakan yang lebih komprehensif untuk mengatasi akar permasalahan ini.

TAGGED:TokyoYoshide Tanaka
Share This Article
Facebook Twitter Email Copy Link Print
Leave a comment Leave a comment

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow US

Find US on Social Medias
FacebookLike
TwitterFollow
YoutubeSubscribe
TelegramFollow

Popular News

Pemeriksaan Fitra Eri dalam Kasus Dugaan Korupsi Pertamina: Kejagung Periksa Delapan Saksi
22 Maret 2025
Insiden Mobil Tabrak Kerumunan di Munich: 20 Orang Terluka
14 Februari 2025
Penarikan Produk Pistachio Nutworks: Upaya Preventif Melawan Kontaminasi Salmonela
25 November 2024
Rupiah Menguat ke Level Rp 16.437: Meredanya Perang Dagang Jadi Sentimen Positif
2 Mei 2025
XVG.id - Portal Berita Generasi Muda Indonesia

Memberships

  • Redaksi
  • Tentang Kami

Quick Links

  • Syarat dan Ketentuan Privasi
  • Iklan
  • Pedoman Siber
FacebookLike
TwitterFollow
YoutubeSubscribe

© XVG.co.id – Portal Media Generasi Muda Emas Indonesia

Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?