Hari Bebas Kendaraan di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, kali ini menyuguhkan atmosfer yang berbeda dari biasanya. Deretan sepeda antik yang dihiasi dengan ornamen sejarah Indonesia hingga Jawa menjadi magnet tersendiri bagi para pengunjung. Sepeda-sepeda ini tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, tetapi juga sebagai medium untuk mengenang dan merayakan sejarah bangsa.
Salah satu sepeda yang mencuri perhatian adalah milik Haerudin, seorang pria berusia 53 tahun. Sepeda miliknya dihiasi dengan medali dan foto-foto sejarah pertempuran Ambarawa, Jawa Tengah, tahun 1945. Haerudin menjelaskan bahwa ornamen tersebut merupakan bagian dari jejak kehidupannya selama ini.
Haerudin, yang dikenal sebagai pelari terkuat di Jawa Tengah pada masa mudanya, memiliki hubungan emosional dengan sepeda antiknya. “Iya, saya dari dulu hobi lari. Saya juga dulu pelari terkuat di Jawa Tengah, lari 10 KM. Tahun 90an. Waktu itu saya masih muda,” ungkap Haerudin di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (22/12). Ayahnya, yang berasal dari Ambarawa, juga pernah terlibat langsung dalam pertempuran tersebut.
Dengan sepeda antiknya, Haerudin telah menjelajahi berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, hingga Lampung. “Saya (bersepeda) dari Jawa Timur, Surabaya ke Jawa Tengah, terus ambil ke Jawa Barat, saya ke Bandung. Saya sudah bersepeda sejak tahun 1998, zaman kerusuhan,” tuturnya. Sepeda ini telah menjadi saksi perjalanan panjang Haerudin menjelajahi nusantara.
Selain Haerudin, Heri, seorang penggemar sepeda antik berusia 64 tahun, juga rutin menghadiri Hari Bebas Kendaraan dengan sepeda antiknya yang bernuansa Jawa. Heri berharap sepeda ini dapat menjadi media edukasi bagi anak-anak yang berkunjung, agar mereka lebih mengenal adat dan budaya Jawa. “Cerita orang tua-tua dulu, pewayangan itu orang-orang awam kan senang beginian. Agar anak-anak kecil biar pada mengerti juga (mengenai adat Jawa),” ujarnya.
Heri bahkan mengenakan busana surjan—pakaian adat Jawa—dan topi logam dengan ukiran wayang yang menceritakan kisah tanah Jawa. “Ini helm yang saya pesan langsung dari Jogja. Menceritakan tentang tanah Jawa. Iya (ini baju) sengaja saya pakai untuk mengenal adat Jawa,” imbuhnya.
Hari Bebas Kendaraan di Bundaran HI kali ini tidak hanya menjadi ajang olahraga dan rekreasi, tetapi juga sarana untuk merayakan dan mengenang sejarah serta budaya Indonesia. Melalui sepeda antik yang dihiasi dengan ornamen sejarah, para penggemar sepeda seperti Haerudin dan Heri berusaha mengedukasi generasi muda tentang pentingnya mengenal dan melestarikan warisan budaya bangsa. Dengan demikian, Hari Bebas Kendaraan menjadi lebih dari sekadar hari bebas kendaraan, tetapi juga hari untuk merayakan identitas dan sejarah bangsa.