Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru, Setyo Budiyanto, mengeluarkan pernyataan mengenai langkah lembaga antirasuah dalam memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pemeriksaan ini kerap dilakukan setelah kasus tertentu menjadi viral di media sosial. Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah kasus mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi dan pencucian uang. Kasus ini menjadi yang pertama diusut KPK berdasarkan analisis LHKPN.
Kasus Rafael Alun bermula dari tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya, Mario Dandy, yang menjadi viral di media sosial. Mario Dandy sering memamerkan kekayaannya di media sosial, yang kemudian memicu perhatian publik. Setelah itu, KPK mulai mengusut sejumlah pejabat lain dan memeriksa LHKPN mereka karena adanya indikasi pelaporan yang tidak wajar. Nama-nama seperti eks Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, dan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, turut terseret dalam kasus ini.
Fenomena ‘no viral no justice’ muncul sebagai kritik terhadap KPK yang dianggap hanya bertindak setelah kasus menjadi viral. Setyo Budiyanto menanggapi hal ini dengan menyatakan bahwa di bawah kepemimpinannya, KPK akan mengkaji kembali pendekatan yang telah dilakukan, termasuk kasus yang tidak sesuai harapan.
Sejak kasus Rafael Alun, KPK semakin gencar mengusut kasus berdasarkan LHKPN. Terbaru, nama Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat, Dedy Mandarsyah, juga dianalisis oleh KPK. Nama Dedy mencuat setelah terlibat dalam kasus penganiayaan seorang dokter koas di Palembang. Dedy adalah ayah dari mahasiswi koas, Lady Aurelia Pramesti, yang sopirnya, Fadillah alias Datuk, diduga menganiaya dokter koas bernama Muhammad Luthfi.
LHKPN yang dilaporkan oleh Dedy Mandarsyah menjadi sorotan karena diduga tidak sesuai dengan kenyataan. Tim juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa lembaga antirasuah saat ini tengah memeriksa kebenaran laporan LHKPN Dedy. Proses pemeriksaan melibatkan analisis terkait kebenaran harta atau aset yang dilaporkan, serta aset lain yang diduga belum dilaporkan dan memerlukan data pendukung dari pihak eksternal.
Dalam laporan terakhir yang disampaikan pada 14 Maret 2024 untuk periodik 2023, Dedy Mandarsyah melaporkan kekayaan sebesar Rp 9,4 miliar. Ia memiliki tiga rumah di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 750 juta dan satu unit mobil Honda CR-V tahun 2019 senilai Rp 450 juta, yang statusnya adalah hadiah. Total kekayaan yang dilaporkan mencapai Rp 9.426.451.869. Berdasarkan situs KPK, Dedy telah melaporkan LHKPN sebanyak delapan kali, dan kekayaannya terus meningkat setiap tahun.
Kasus-kasus yang diusut KPK berdasarkan LHKPN menunjukkan tantangan yang dihadapi lembaga ini dalam menangani kasus korupsi. Meskipun ada kritik terkait fenomena ‘no viral no justice’, KPK di bawah kepemimpinan Setyo Budiyanto berkomitmen untuk mengkaji kembali pendekatan yang telah dilakukan dan memastikan penanganan kasus sesuai dengan alat bukti dan hasil ekspose yang dilakukan. Diharapkan, langkah ini dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.