Pemerintahan Presiden Donald Trump baru-baru ini mengumumkan langkah besar dalam merombak Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat. Langkah ini diambil dengan alasan bahwa birokrasi di kementerian tersebut dianggap terlalu “gemuk” dan tidak efisien. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menegaskan bahwa restrukturisasi ini akan memusatkan perhatian pada pengurangan posisi dan divisi-divisi yang berfokus pada hak asasi manusia, yang dinilai tidak sejalan dengan visi pemerintahan saat ini.
Dalam pernyataannya yang dikutip dari AFP, Rubio menyatakan bahwa kementerian ini terlalu gemuk dan tidak mampu menjalankan misi diplomatik penting di era persaingan kekuatan besar yang baru. “Birokrasi yang meluas menciptakan sistem yang lebih bergantung pada ideologi politik radikal, daripada memajukan kepentingan nasional inti AS,” tambahnya. Pernyataan ini mencerminkan pandangan bahwa reformasi diperlukan untuk memastikan kementerian dapat berfungsi lebih efektif dan efisien.
Salah satu perubahan signifikan dari perombakan ini adalah penghapusan divisi yang bertanggung jawab atas keamanan sipil, demokrasi, dan hak asasi manusia. Sebagai gantinya, akan dibentuk kantor koordinasi bantuan luar negeri dan urusan kemanusiaan yang akan mengambil alih fungsi dari Badan Pembangunan Internasional AS. Kantor baru ini akan mengawasi biro demokrasi, HAM, dan kebebasan beragama, termasuk advokasi hak-hak pekerja di luar negeri.
Selain itu, perombakan ini juga mencakup penghapusan kantor kejahatan perang, yang sebelumnya bertugas mendokumentasikan perlakuan Rusia terhadap warga sipil di Ukraina. Langkah ini menandai perubahan fokus dalam kebijakan luar negeri AS, dengan menekankan pada efisiensi dan pengurangan birokrasi yang dianggap tidak perlu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menegaskan bahwa penghapusan kantor-kantor tersebut tidak berarti fungsi mereka akan berakhir. Sebaliknya, area fokus dari divisi-divisi tersebut akan diimplementasikan dengan cara yang lebih baik, cekatan, dan lebih cepat. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada pengurangan, tujuan utama dari fungsi-fungsi tersebut tetap akan dipertahankan.
Sebagai bagian dari rencana ini, Kementerian Luar Negeri AS akan mengurangi jumlah divisi dari 734 menjadi 602. Selain itu, Wakil Menteri Luar Negeri AS juga akan diminta untuk menyusun rencana dalam waktu 30 hari guna mengurangi staf sebanyak 15 persen. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi pemborosan dalam birokrasi kementerian.
Perombakan besar-besaran di Kementerian Luar Negeri AS ini mencerminkan upaya pemerintahan Trump untuk menyesuaikan struktur birokrasi dengan kebutuhan dan tantangan diplomatik saat ini. Dengan fokus pada efisiensi dan pengurangan birokrasi yang dianggap tidak perlu, langkah ini diharapkan dapat memperkuat posisi AS dalam persaingan global dan memastikan bahwa kepentingan nasional tetap menjadi prioritas utama. Namun, perubahan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana fungsi-fungsi penting seperti hak asasi manusia akan dikelola di masa depan.