Di berbagai pelosok Nusantara, menerbangkan balon udara saat perayaan Lebaran telah menjadi tradisi yang mengakar. Namun, di balik keindahan yang membumbung tinggi ini, tersimpan ancaman bagi keselamatan penerbangan. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyoroti potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh balon udara terhadap keamanan penerbangan.
Berdasarkan pemantauan AirNav Indonesia, hingga 3 April 2025, Kemenhub mencatat 19 laporan dari pilot mengenai gangguan balon udara. Angka ini diperkirakan akan meningkat jika tidak ada tindakan pencegahan yang efektif. Oleh karena itu, Kemenhub mengimbau masyarakat untuk mematuhi aturan penggunaan balon udara demi keselamatan penerbangan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F Laisa, menekankan pentingnya memahami aturan dalam menerbangkan balon udara. “Tanpa memahami aturan, penerbangan balon udara dapat mengancam keselamatan penerbangan,” ujarnya. Selain itu, balon udara yang terbang bebas dan tidak terkendali dapat merugikan masyarakat, seperti jatuh di rumah warga atau menyebabkan pemadaman listrik jika mengenai jaringan listrik.
Kemenhub terus melakukan sosialisasi melalui media sosial dan turun langsung ke lapangan. Koordinasi dengan pemerintah daerah, kepolisian, dan masyarakat dilakukan untuk mencegah dan menertibkan penerbangan balon udara liar. “Kami juga berkoordinasi dengan BMKG untuk memprediksi arah angin dan pergerakan balon udara liar,” tambah Lukman.
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 40 tahun 2018, penggunaan balon udara dalam kegiatan budaya masyarakat harus memenuhi ketentuan pelaporan, warna dan ukuran balon, batasan area, serta peralatan pelengkap. Balon udara tidak boleh dipasang bahan mudah terbakar seperti petasan dan tidak dioperasikan di dekat pemukiman.
Penerapan aturan ini telah memberikan dampak positif terhadap keselamatan penerbangan. Laporan gangguan dari pilot ke AirNav Indonesia menunjukkan penurunan setiap tahunnya, dari 68 laporan pada 2023, 56 laporan pada 2024, hingga 19 laporan pada 2025.
Pasal 411 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur sanksi bagi siapa saja yang membahayakan keselamatan penerbangan. Pelanggar dapat dipidana penjara hingga 2 tahun dan denda maksimal Rp 500 juta.
“Kami berharap dengan koordinasi dan kolaborasi yang berkesinambungan, penggunaan balon udara liar dapat dikurangi,” ujar Lukman. Kemenhub berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan penerbangan balon udara yang tidak terkendali, demi keselamatan penerbangan dan masyarakat.