XVG – Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, mengusulkan agar Mesir mengambil alih pemerintahan Jalur Gaza selama setidaknya delapan tahun setelah perang berakhir. Namun, usulan ini ditolak mentah-mentah oleh Mesir. Menurut laporan dari kantor berita AFP pada Rabu (26/2/2025), Mesir menolak usulan tersebut karena dianggap bertentangan dengan posisi Mesir dan negara-negara Arab lainnya yang telah lama berlaku terkait masalah Palestina.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir, Tamim Khalaf, menegaskan bahwa setiap gagasan yang menyimpang dari pendirian Mesir dan Arab mengenai Gaza tidak dapat diterima. “Setiap gagasan atau usulan yang menyimpang dari pendirian Mesir dan Arab (mengenai Gaza) ditolak dan tidak dapat diterima,” ujarnya seperti dikutip dari kantor berita negara MENA.
Yair Lapid, mantan Perdana Menteri Israel, mengungkapkan bahwa usulan agar Mesir memerintah Jalur Gaza selama delapan tahun adalah sebagai imbalan untuk keringanan utang Mesir. Dalam pernyataannya kepada lembaga pemikir Foundation for Defense of Democracies (FDD) di Washington, Lapid menyebutkan bahwa solusi ini mencakup opsi perpanjangan hingga 15 tahun.
Lapid juga mengusulkan agar utang luar negeri Mesir dibayar oleh komunitas internasional dan sekutu regional. “Pada saat yang sama, utang luar negerinya akan dibayar oleh komunitas internasional dan sekutu regional,” lanjutnya.
Menurut Lapid, Mesir akan memimpin pasukan perdamaian dari negara-negara Teluk dan komunitas internasional untuk mengelola dan membangun kembali Gaza. Selama periode tersebut, diharapkan kondisi untuk pemerintahan sendiri di Gaza akan tercipta, dan proses demiliterisasi total Gaza akan selesai. Saat ini, wilayah tersebut dikuasai oleh kelompok militan Palestina, Hamas.
Israel telah melakukan serangan intensif di Gaza selama lebih dari 15 bulan sebagai balasan atas serangan Hamas yang terjadi pada 7 Oktober 2023. Serangan Hamas di Israel menyebabkan sekitar 1.200 orang tewas dan ratusan orang disandera. Sebaliknya, serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 48 ribu orang, melukai ratusan ribu lainnya, dan memaksa jutaan orang mengungsi. Sebagian besar infrastruktur di Jalur Gaza juga hancur akibat konflik ini.
Kini, warga di Gaza dapat bernapas sedikit lega karena gencatan senjata telah tercapai. Namun, usulan kontroversial dari Yair Lapid ini menambah ketegangan diplomatik di kawasan tersebut. Mesir, yang menolak usulan tersebut, tetap berpegang pada posisi tradisionalnya dalam mendukung hak-hak Palestina dan menolak campur tangan yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Arab.
Penolakan Mesir terhadap usulan Yair Lapid untuk memerintah Gaza menyoroti kompleksitas diplomasi di Timur Tengah. Dengan latar belakang konflik yang berkepanjangan dan dampak kemanusiaan yang besar, solusi yang diusulkan harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terlibat. Mesir dan negara-negara Arab lainnya terus berupaya mencari jalan keluar yang adil dan berkelanjutan bagi rakyat Palestina, sementara komunitas internasional diharapkan dapat berperan aktif dalam mendukung proses perdamaian di kawasan tersebut.