XVG – Krisis politik yang melanda Myanmar telah menimbulkan dampak signifikan tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di negara-negara tetangga. Salah satu dampak paling nyata adalah nasib etnis Rohingya yang terpaksa meninggalkan tanah air mereka untuk mencari perlindungan di tempat lain. Kondisi ini semakin diperparah dengan pemangkasan dana bantuan yang selama ini menjadi tumpuan hidup mereka di pengungsian.
Perdamaian dan solidaritas kemanusiaan seharusnya menjadi prioritas dalam hubungan internasional. Namun, solidaritas ini sering kali memerlukan biaya yang tidak sedikit. Biaya tersebut termasuk untuk memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi Rohingya yang tidak memiliki izin kerja di negara-negara tempat mereka mengungsi, termasuk Indonesia. Tanpa izin kerja, mereka tidak dapat mencari nafkah sendiri, sehingga sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Menurut laporan BBC pada Rabu (26/2/2025), terdapat sekitar 2.800 pengungsi Rohingya di Indonesia. Pada tahun 2025 saja, lebih dari 400 pengungsi baru tiba di Indonesia. Meskipun tidak memiliki izin kerja, mereka tetap memerlukan makanan, minuman, dan kebutuhan dasar lainnya untuk melanjutkan hidup. Solusi yang ada saat ini adalah melalui bantuan dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), sebuah badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani masalah pengungsi.
Dana yang digunakan IOM untuk membantu pengungsi Rohingya berasal dari para penyandang dana internasional, dengan Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu kontributor terbesar. Namun, perubahan kebijakan di AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump yang lebih memprioritaskan kepentingan domestik telah menyebabkan pemangkasan dana untuk urusan internasional, termasuk bantuan untuk pengungsi. Kebijakan ini berdampak langsung pada kehidupan para pengungsi Rohingya.
Meskipun mengalami pengurangan dana, IOM tetap berkomitmen untuk memberikan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan oleh para pengungsi. “Keputusan ini sedianya juga berdampak pada staf, kegiatan, dan orang-orang yang kami layani,” ujar perwakilan IOM di Jakarta. Pengurangan dana bantuan ini telah berlangsung sejak Januari 2025, namun IOM terus berupaya secara konstruktif dengan donor dan mitra, termasuk AS, untuk mempertahankan layanan penting bagi para pengungsi.
Bersama dengan IOM, UNHCR mengklaim telah memberikan berbagai bentuk bantuan kepada para pengungsi Rohingya. Bantuan tersebut mencakup penyediaan tempat tinggal, sanitasi, layanan kesehatan, makanan, dan barang-barang nonmakanan. Upaya ini menunjukkan pentingnya kerjasama internasional dalam menangani krisis kemanusiaan yang kompleks seperti yang dialami oleh etnis Rohingya.
Krisis pengungsi Rohingya akibat masalah politik di Myanmar menyoroti pentingnya solidaritas internasional dan tantangan yang dihadapi dalam memberikan bantuan kemanusiaan. Meskipun ada kendala dalam hal pendanaan, komitmen dari organisasi internasional seperti IOM dan UNHCR tetap menjadi harapan bagi para pengungsi. Diperlukan kerjasama yang lebih erat antara negara-negara dan organisasi internasional untuk memastikan bahwa hak-hak dasar para pengungsi tetap terpenuhi dan mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan.