XVG – Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA), Prim Haryadi, mengusulkan agar rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mencakup pengaturan lebih lanjut mengenai sidang terbuka untuk umum, khususnya terkait penyiaran sidang secara langsung. Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI pada Rabu (12/2/202), Prim menekankan pentingnya batasan dalam menyiarkan persidangan secara live.
Prim Haryadi mengungkapkan kekhawatirannya bahwa penyiaran langsung dapat mengganggu independensi peradilan. Ia menyoroti praktik perekaman tanpa izin yang kerap terjadi di ruang persidangan. “Berbagai dampak negatif tersebut pada prinsipnya dapat mengganggu independensi peradilan, baik itu secara langsung maupun tidak langsung,” ujarnya.
Dalam berbagai kesempatan, ditemukan upaya perekaman audio maupun audio visual tanpa izin dari ketua majelis hakim oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perkara maupun pengunjung sidang. Rekaman tersebut kemudian ditayangkan secara live di berbagai platform media sosial, menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap proses peradilan yang adil dan independen.
Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 yang mengatur tata cara pengambilan foto, rekaman audio, atau rekaman audio visual saat sidang. Namun, Prim Haryadi berharap agar rancangan KUHAP juga memuat pemaknaan sidang terbuka untuk umum dan pengaturan tata tertib terkait rekaman audio-visual persidangan secara tegas.
Usulan Prim Haryadi untuk memasukkan pengaturan sidang terbuka dalam rancangan KUHAP menyoroti pentingnya menjaga independensi peradilan di tengah kemajuan teknologi dan media sosial. Dengan pengaturan yang jelas, diharapkan proses peradilan dapat berjalan dengan adil dan transparan, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar hukum yang harus dijunjung tinggi.