XVG – Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta mengungkapkan bahwa tunggakan pembayaran sewa rumah susun (rusunawa) di Jakarta telah mencapai angka fantastis, yaitu Rp 95,5 miliar. Kondisi ini mendorong pihak DPRKP untuk melakukan pendataan ulang terhadap harta penghuni rusun di Jakarta guna mencari solusi yang tepat.
Banyak penghuni rusun yang mengalami kesulitan dalam membayar sewa disebabkan oleh pendapatan yang tidak mencukupi. Beberapa di antaranya mengeluhkan bahwa kenaikan biaya sewa tidak sebanding dengan penghasilan yang mereka peroleh. Hal ini menjadi beban berat bagi warga yang tinggal di rusunawa.
Novi, seorang penghuni Rusun Rawa Bebek di Jakarta Timur, mengungkapkan bahwa ia telah menunggak pembayaran sewa selama lima bulan. “Ekonomi lagi susah, dagang juga sepi di sini, nggak ada perputaran uangnya,” ujar Novi. Ia menambahkan bahwa akses untuk berdagang di luar rusun cukup sulit, sehingga pendapatannya tidak mencukupi untuk membayar sewa.
Beberapa penghuni rusun bahkan telah menerima peringatan berupa segel, meskipun mereka masih diperbolehkan tinggal. “Kita juga warga relokasi, kalau diusir lagi, kita mau tinggal di mana?” kata Novi, menyoroti ketidakpastian yang dihadapi warga rusun.
Nur Anisa, penghuni lain, juga mengalami kesulitan serupa. Dengan tunggakan mencapai sekitar Rp 10 juta, ia merasa tertekan dengan kondisi ekonomi yang sulit. “Jangankan buat bayar rumah, makan sama jajan sekolah anak aja kalau ada udah syukur,” ungkap Nur. Suaminya yang bekerja sebagai sopir tembak tidak mampu menutupi biaya sewa bulanan yang mencapai Rp 200 ribu.
Nur juga mengkritik kebijakan pengelola rusun yang lebih memilih mempekerjakan orang luar untuk mengurus dan memelihara rusun. “Gimana kita bisa bayar rumah kalau nggak ada kerjaan yang enak, yang duitnya lumayan,” tambahnya, menyoroti kurangnya kesempatan kerja bagi penghuni rusun.
Di Rusun Marunda, Jakarta Utara, Nurhayati (62) yang telah tinggal selama 14 tahun, baru-baru ini mengalami kesulitan membayar sewa setelah kenaikan harga sebesar Rp 60 ribu. “Anak saya gajinya UMR aja mepet, cuma Rp 5,3 juta,” jelas Nurhayati. Meskipun demikian, pihak pengelola tidak mengusirnya dan mengajak berdialog untuk mencari solusi.
Warga berharap adanya solusi yang dapat meringankan beban mereka, seperti penyesuaian biaya sewa atau peningkatan kesempatan kerja di sekitar rusun. “Kalau kita tetap cicil, setiap bulannya ada yang kita setor,” kata Nurhayati, menunjukkan komitmen untuk tetap membayar meskipun dalam kondisi sulit.
Tunggakan sewa rusun di Jakarta mencerminkan tantangan ekonomi yang dihadapi oleh banyak warga. Dengan pendapatan yang tidak sebanding dengan biaya hidup, diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan pengelola rusun untuk membantu meringankan beban warga. Dialog dan kerja sama antara pihak terkait diharapkan dapat menghasilkan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak.