XVG – Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, menanggapi stigma yang masih melekat pada pendidikan vokasi di kalangan masyarakat. Pendidikan vokasi kerap dianggap sebagai “pilihan kedua” dibandingkan dengan universitas atau pendidikan akademik. Stella mengakui bahwa pandangan ini masih ada, terutama setelah keputusan Kementerian Diktisaintek untuk menghapuskan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi.
Namun demikian, Stella menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi agar setara dengan pendidikan sarjana. “Pemerintah berupaya keras untuk memastikan bahwa pendidikan vokasi tidak lagi dipandang sebelah mata,” jelas Stella, seperti yang dikutip dari laman Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (7/2/2025).
Penghapusan Dirjen Pendidikan Vokasi didasarkan pada prinsip relativitas umum, yang memandang pendidikan vokasi dan akademik sebagai entitas yang setara. “Kami berharap tidak ada lagi pengkotak-kotakan antara pendidikan vokasi dan akademik. Semua harus dipandang sama untuk menciptakan ekosistem sains dan teknologi yang inklusif,” ujar Stella.
Pengembangan pendidikan vokasi sejalan dengan empat arahan Presiden Prabowo Subianto, yaitu ketersediaan lapangan kerja, produktivitas terukur, ketahanan pangan, energi, dan air, serta teknologi sebagai investasi pendidikan manusia. Stella menekankan bahwa negara-negara yang berhasil beralih dari ekonomi menengah ke ekonomi tinggi memulai langkahnya dengan mengembangkan ilmu terapan atau vokasi. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sedang merancang langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi.
Pendidikan vokasi tidak akan berjalan sendiri. Pemerintah berencana menghubungkannya dengan sektor pendidikan akademik dan industri, menciptakan hubungan yang kuat di antara ketiganya. “Kami ingin pengembangan ilmu terapan dapat menyelesaikan persoalan dan isu-isu nasional,” tambah Stella.
Stella juga menyoroti pentingnya riset terapan yang dapat berjalan seiring dengan riset fundamental. Kedua jenis riset ini memiliki peran penting dalam menyelesaikan masalah nyata di lapangan dan mengantisipasi masalah di masa depan. “Peneliti seharusnya fokus pada masalah yang ingin dipecahkan, bukan pada jenis riset yang dilakukan,” jelas Stella.
Dekan Sekolah Vokasi UGM, Agus Maryono, mengakui bahwa pendidikan tinggi vokasi di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan pendidikan akademik. Ia berharap ada inisiatif dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas vokasi, mengingat pandangan bahwa vokasi masih berada di bawah akademik masih ada hingga saat ini. “Kami di vokasi UGM berupaya membangun jembatan dengan industri untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi,” tandas Agus.
Pemerintah dan institusi pendidikan terus berupaya mengubah stigma yang melekat pada pendidikan vokasi. Dengan strategi yang tepat dan kolaborasi yang kuat antara sektor pendidikan, industri, dan pemerintah, diharapkan pendidikan vokasi dapat berkembang dan diakui setara dengan pendidikan akademik. Upaya ini tidak hanya penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi juga untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan di masa depan.