XVG – Tim pembela hukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, melontarkan kritik tajam terhadap langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap terlalu tergesa-gesa dalam menetapkan klien mereka sebagai tersangka. “Keputusan pimpinan termohon yang baru dilantik sangat cepat dalam penetapan tersangka sebagai pemohon,” ujar Ronny Talapessy, kuasa hukum Hasto, dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu.
Ronny Talapessy menjelaskan bahwa serah terima jabatan pimpinan KPK dijadwalkan pada 20 Desember 2024. Namun, hanya berselang tiga hari, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada 23 Desember 2024, yang menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan. “Penerbitan Sprindik dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dilakukan dalam waktu yang sangat cepat,” tambahnya.
Tim kuasa hukum Hasto juga menilai bahwa penetapan tersangka ini menimbulkan kegaduhan selama perayaan Hari Natal 2024 dan dianggap sebagai pengalihan isu terkait Presiden Ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Sidang praperadilan terkait penetapan status tersangka Hasto Kristiyanto telah dijadwalkan oleh PN Jakarta Selatan pada Rabu pagi pukul 10.00 WIB.
Sidang praperadilan yang awalnya dijadwalkan berlangsung pada Selasa (21/1) harus ditunda karena ketidakhadiran KPK. KPK mengajukan permohonan penundaan sidang pada 16 Januari ke PN Jakarta Selatan. Kuasa hukum Hasto dan hakim menyetujui penundaan sidang hingga Rabu (5/2). Permohonan tersebut telah diregister dengan Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel dan ditunjuk sebagai hakim tunggal, Djuyamto.
Pada Selasa, 24 Desember 2024, penyidik KPK menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yaitu Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah. Penetapan ini menambah kompleksitas kasus yang telah menjadi sorotan publik.
Proses penetapan tersangka Hasto Kristiyanto oleh KPK yang dinilai terlalu cepat menimbulkan berbagai pertanyaan dan kontroversi. Dengan adanya penundaan sidang praperadilan, diharapkan proses hukum dapat berjalan dengan transparan dan adil. Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi KPK dalam menegakkan hukum, tetapi juga bagi sistem peradilan dalam menangani kasus-kasus korupsi di Indonesia.