XVG – Pemerintah Tiongkok mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap penempatan sistem rudal jarak menengah “Typhon” buatan Amerika Serikat (AS) di wilayah Filipina. Beijing dengan tegas mendesak Manila untuk segera menarik sistem rudal tersebut. Pernyataan ini disampaikan oleh Kementerian Pertahanan Tiongkok, seperti dilaporkan oleh Reuters pada Jumat (14/2/2025), yang menuduh Filipina telah melanggar “janji” mereka dengan mengizinkan penempatan sistem rudal AS tersebut.
Sistem rudal Typhon merupakan bagian dari strategi AS untuk memperkuat kehadiran senjata anti-kapal di kawasan Asia. Langkah ini telah menuai kritik tajam dari Tiongkok sejak pertama kali dikerahkan pada April 2024 dalam latihan militer. Juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok, Zhang Xiaogang, menuduh Filipina tidak hanya “menyerahkan keamanan dan pertahanan nasional mereka kepada pihak lain, tetapi juga menimbulkan risiko konfrontasi geopolitik dan perlombaan senjata di kawasan tersebut.”
Zhang Xiaogang menyebut sistem rudal AS tersebut sebagai “senjata ofensif strategis.” Dia menuduh Filipina telah “berulang kali mengingkari janjinya dan mengikuti keinginan AS dalam memperkenalkan sistem ini.” Pernyataan ini menegaskan kekhawatiran Tiongkok terhadap potensi eskalasi ketegangan di kawasan Asia akibat penempatan senjata tersebut.
Menanggapi tudingan dari Tiongkok, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Filipina, Jonathan Malaya, menyatakan dalam konferensi pers bahwa rudal Typhon hanya dimaksudkan untuk pertahanan. Malaya menegaskan bahwa Manila tidak pernah berjanji untuk menarik penempatan rudal AS tersebut. “(Filipina) Mematuhi konstitusi pasifisnya yang menolak perang sebagai instrumen kebijakan nasional,” ujar Malaya, menekankan komitmen Filipina terhadap perdamaian dan stabilitas regional.
Ketegangan antara Tiongkok dan Filipina terkait penempatan sistem rudal Typhon buatan AS ini mencerminkan dinamika geopolitik yang kompleks di kawasan Asia. Sementara Tiongkok mengkhawatirkan potensi eskalasi militer, Filipina menegaskan bahwa langkah tersebut semata-mata untuk pertahanan. Situasi ini menuntut diplomasi yang hati-hati untuk mencegah peningkatan ketegangan lebih lanjut dan memastikan stabilitas di kawasan tersebut.