XVG – Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung, mengungkapkan pertemuannya dengan Hakim Agung Soesilo, ketua majelis kasasi yang menangani kasus Gregorius Ronald Tannur. Pengakuan ini disampaikan saat Zarof menjadi saksi dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur, dengan terdakwa tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).
Zarof menjelaskan bahwa pertemuannya dengan Soesilo terjadi dalam sebuah acara di Universitas Negeri Makassar. Sebelumnya, pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, telah memberikan catatan berisi nama-nama hakim yang akan menangani kasus Ronald di tingkat kasasi, dan Zarof mengaku mengenal Soesilo dari daftar tersebut.
“Oh saya bilang saya kenal sama ini (Soesilo),” ujar Zarof saat ditanya jaksa mengenai pertemuannya dengan Soesilo. Zarof mengaku sempat menyinggung kasus Ronald Tannur kepada Soesilo, meskipun Soesilo tampak enggan membahasnya.
Menurut Zarof, Soesilo tidak menunjukkan minat untuk membahas kasus Ronald Tannur. “Pak Soesilo pada saat itu sepertinya marah, tapi saya nggak beritahukan ke Ibu Lisa,” ungkap Zarof. Zarof juga menyatakan bahwa ia tidak menindaklanjuti catatan yang diberikan Lisa karena merasa Soesilo tidak merespons dengan baik.
Zarof menambahkan bahwa ia belum mengetahui apakah kasus tersebut sudah disidangkan di tingkat MA atau belum. Namun, Soesilo sempat menyatakan bahwa jika Ronald tidak bersalah, ia akan dibebaskan, tetapi jika bersalah, tetap akan dihukum.
Pada sidang kasasi yang digelar 22 Oktober 2024, majelis hakim menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur. Hakim Soesilo, yang pernah ditemui Zarof, menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan tersebut. Soesilo berpendapat bahwa alasan kasasi dari jaksa tidak dapat dibenarkan karena majelis hakim PN Surabaya tidak salah dalam menerapkan hukum.
Sebelumnya, tiga hakim PN Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, didakwa menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Kasus ini bermula dari upaya ibu Ronald, Meirizka Widjaja, yang meminta bantuan pengacara Lisa Rachmat untuk membebaskan anaknya.
Setelah vonis bebas diberikan, terungkap bahwa keputusan tersebut dipengaruhi oleh suap. Jaksa kemudian mengajukan kasasi atas vonis Ronald Tannur, dan MA mengabulkan kasasi tersebut, menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald.
Kasus ini menyoroti pentingnya integritas dan transparansi dalam sistem peradilan. Tindakan suap dan pengaruh yang tidak semestinya terhadap putusan pengadilan merusak kepercayaan publik terhadap lembaga hukum. Diharapkan, dengan adanya pengungkapan kasus ini, penegakan hukum dapat berjalan lebih adil dan transparan di masa mendatang.