XVG – Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung, mengungkapkan keterlibatannya dalam kasus suap yang mengguncang Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025), Zarof mengakui bahwa ia telah menyalurkan dana dari pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, kepada Dadi Rachmadi, yang baru saja diangkat sebagai Ketua PN Surabaya. Zarof mengungkapkan bahwa Dadi sempat mempertanyakan asal muasal uang tersebut, dan Zarof menjawab bahwa uang itu berasal dari ‘ibu tiri’.
Zarof menceritakan bahwa pertemuan dengan Dadi terjadi sebelum pelantikan Dadi sebagai Ketua PN Surabaya pada 16 April 2024. Dadi menggantikan Rudi Suparmono, yang dipromosikan menjadi Ketua PN Jakarta Pusat dan telah menjadi tersangka dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur. Dalam pertemuan tersebut, Zarof dan Dadi makan sore bersama, dan Lisa Rachmat datang untuk berkenalan dengan Dadi.
Zarof juga mengungkapkan bahwa Dadi sempat mengeluh tidak memiliki uang untuk menyewa rumah di Surabaya, dengan kebutuhan dana sebesar Rp 75 juta. Pada 17 April 2024, saat Zarof hendak kembali ke Jakarta, Lisa menawarkan oleh-oleh yang kemudian ditolak oleh Zarof, yang lebih memilih untuk menerima uang tunai. Lisa akhirnya memberikan Rp 100 juta kepada Zarof.
Zarof mengaku membagikan Rp 75 juta kepada Dadi, sementara Rp 25 juta disimpannya sendiri. Dalam percakapan melalui WhatsApp, Dadi disebut meminta 50% dari uang tersebut. Namun, Zarof mengaku lupa apakah percakapan itu terjadi melalui telepon atau WhatsApp.
Saat ditanya mengenai imbalan yang diinginkan dari pemberian uang tersebut, Zarof menegaskan bahwa ia tidak pernah menitipkan perkara yang ditangani Lisa kepada Dadi. Zarof menyebut uang tersebut sebagai “uang pergaulan” dan menegaskan bahwa sumber uang itu berasal dari ‘ibu tiri’, tanpa menjelaskan lebih lanjut keterkaitannya dengan Lisa.
Dadi Rachmadi kini tidak lagi menjabat sebagai Ketua PN Surabaya dan telah digantikan oleh Rustanto, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua PN Surabaya. Sementara itu, tiga hakim PN Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, didakwa menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Kasus ini bermula dari upaya hukum terhadap Ronald Tannur atas kematian kekasihnya. Ibu Ronald, Meirizka Widjaja, berusaha agar anaknya bebas dengan meminta bantuan pengacara Lisa Rachmat. Lisa kemudian menemui Zarof Ricar untuk mencari hakim PN Surabaya yang dapat memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur. Suap pun diberikan, dan Ronald Tannur dinyatakan bebas. Namun, belakangan terungkap bahwa vonis bebas tersebut diberikan akibat suap.
Jaksa telah mengajukan kasasi atas vonis bebas Ronald Tannur, dan Mahkamah Agung mengabulkan kasasi tersebut. Akibatnya, Ronald Tannur divonis 5 tahun penjara. Kasus ini menyoroti praktik suap di lembaga peradilan dan menegaskan pentingnya integritas dalam penegakan hukum di Indonesia.