Pada perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah ditutup melemah sebesar 68 poin atau 0,42% ke level Rp16.201 per dolar AS. Sebelumnya, rupiah sempat menunjukkan apresiasi, namun kembali tertekan oleh berbagai sentimen baik dari dalam maupun luar negeri. Data JISDOR Bank Indonesia juga mencatat pelemahan serupa, dengan rupiah jatuh ke posisi Rp16.201 per USD, setelah sebelumnya berada di level Rp16.169/USD.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal, terutama data lowongan kerja di Amerika Serikat yang lebih kuat dari perkiraan. Data ini menunjukkan kekuatan berkelanjutan di pasar tenaga kerja AS, yang memberikan tekanan tambahan pada mata uang negara berkembang seperti rupiah. “Pembacaan tersebut muncul beberapa hari sebelum data utama penggajian nonpertanian untuk bulan Desember, yang akan memberikan isyarat yang lebih pasti di pasar tenaga kerja minggu ini,” tulis Ibrahim dalam risetnya, Rabu (8/1/2025).
Selain itu, data indeks manajer pembelian yang kuat untuk bulan Desember memicu kekhawatiran atas inflasi AS yang tinggi. Inflasi yang kuat dan pasar tenaga kerja yang solid diperkirakan akan mengurangi dorongan bagi Federal Reserve untuk memangkas suku bunga. Komentar hawkish dari pejabat Fed di awal minggu ini semakin memperkuat pandangan tersebut.
China juga akan merilis angka inflasi untuk Desember pada hari Kamis, yang akan memberikan indikasi lebih lanjut tentang kondisi ekonomi negara tersebut. Beijing diharapkan untuk meningkatkan pengeluaran fiskal guna mendukung pertumbuhan ekonomi, terutama menghadapi tantangan perdagangan dari pemerintahan Trump. Selain itu, ketegangan antara AS dan China meningkat setelah pemerintah AS menambahkan perusahaan teknologi besar seperti Tencent Holdings Ltd dan pembuat baterai Tesla Inc Contemporary Amperex Technology ke dalam daftar hitam.
Dari sisi domestik, Bank Indonesia mencatat peningkatan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2024 menjadi USD155,7 miliar, naik dari USD150,2 miliar pada akhir November 2024. Peningkatan ini didorong oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. Posisi cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Bank Indonesia menilai cadangan devisa yang memadai ini mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. BI juga terus memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Prospek ekspor yang positif serta neraca transaksi modal dan finansial yang diperkirakan tetap surplus, sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi nasional dan imbal hasil investasi yang menarik, mendukung ketahanan eksternal yang tetap terjaga.
Berdasarkan data dan analisis di atas, mata uang rupiah diprediksi akan bergerak fluktuatif dalam perdagangan selanjutnya dan kemungkinan ditutup melemah dalam rentang Rp16.200 – Rp16.270 per dolar AS. Kondisi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia dalam menghadapi dinamika global dan domestik yang kompleks.