Paspor Afghanistan dinobatkan sebagai paspor paling rentan di dunia pada tahun 2025, berdasarkan laporan terbaru dari Henley Passport Index yang dirilis pada Rabu (8/1/2025). Dalam pemeringkatan tersebut, paspor Afghanistan menempati posisi ke-106, mengalami penurunan dua peringkat dibandingkan tahun sebelumnya, 2024.
Paspor Afghanistan memiliki skor bebas visa sebanyak 26, yang berarti pemegang paspor ini dapat mengunjungi 26 negara tanpa perlu mengurus visa terlebih dahulu. Beberapa negara yang dapat dikunjungi tanpa visa antara lain Bangladesh, Burundi, Kamboja, Dominika, dan Kenya.
Di atas paspor Afghanistan, terdapat paspor Syria dengan skor bebas visa 25, serta paspor Irak yang berada di peringkat ke-104 dengan skor bebas visa 31. Jika dibandingkan dengan paspor Singapura yang menduduki peringkat pertama dengan skor bebas visa 195, terlihat jelas adanya kesenjangan yang signifikan.
Kesenjangan antara kebebasan bepergian yang dinikmati oleh warga negara dengan peringkat teratas dan terbawah tidak pernah sebesar ini. “Gagasan tentang kewarganegaraan dan undian hak asasi manusia perlu dipikirkan kembali secara mendasar,” ujar Christian H. Kaelin, Chair of Henley and Partners, mengingatkan tentang dampak perubahan iklim dan bencana alam yang semakin sering terjadi.
Kaelin juga menyoroti bahwa ketidakstabilan politik dan konflik bersenjata di berbagai wilayah memaksa banyak orang meninggalkan rumah mereka untuk mencari tempat yang lebih aman. Hal ini menambah tantangan bagi warga negara dengan paspor yang memiliki peringkat rendah.
Henley & Partners memperoleh data eksklusif dari Otoritas Transportasi Udara Internasional (IATA) yang menjadi dasar dari Henley Passport Index. Untuk memastikan keakuratan data, tim peneliti Henley & Partners memeriksa ulang setiap paspor dengan 227 kemungkinan tujuan perjalanan.
Paspor Afghanistan yang menempati posisi terlemah di dunia tahun 2025 mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh warga negara tersebut dalam hal kebebasan bepergian. Dengan adanya kesenjangan yang semakin lebar antara paspor terkuat dan terlemah, penting bagi komunitas internasional untuk mempertimbangkan kembali kebijakan terkait kewarganegaraan dan hak asasi manusia.