Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta baru-baru ini menguak tabir korupsi yang melibatkan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Jakarta, Kamis, Kepala Kejati DKI, Patris Yusrian Jaya, memaparkan bahwa modus operandi yang digunakan adalah dengan memanfaatkan foto-foto penari yang mengenakan kostum tari di atas panggung. Foto-foto tersebut seolah-olah menunjukkan pelaksanaan kegiatan tari tertentu, padahal kenyataannya, kegiatan tersebut tidak pernah ada.
Salah satu kegiatan fiktif yang terungkap adalah “Pagelaran Seni”, yang berhasil mendapatkan anggaran sebesar Rp15 miliar. Pengajuan anggaran untuk kegiatan ini dilakukan oleh tim perencana kegiatan atau event organizer (EO) yang memonopoli anggaran dengan menggunakan stempel palsu dari pihak Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Patris mengungkapkan bahwa tim perencana kegiatan dari perusahaan tersebut tidak terdaftar, sehingga kegiatan yang tercantum dalam surat pertanggungjawaban (SPJ) dipastikan fiktif. Para EO ini telah berkantor di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta selama dua tahun untuk melancarkan aksinya. Mereka membuat pertanggungjawaban seolah-olah penari berasal dari sanggar yang dibentuk oleh EO tersebut. Dalam pengajuan anggarannya, para EO melengkapi SPJ dengan stempel-stempel palsu. “Modusnya ada yang semuanya fiktif, ada yang sebagian difiktifkan, dan semuanya masih kita telusuri,” ujar Patris.
Kejati DKI Jakarta telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp150 miliar di lingkup Dinas Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta. Tersangka IHW, yang menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan DKI, tersangka MFM sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kabid Pemanfaatan, dan tersangka GAR sepakat untuk menggunakan tim EO miliknya dalam kegiatan di bidang pemanfaatan di Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Mereka juga sepakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan SPJ guna pencairan dana kegiatan pergelaran seni dan budaya.
Selain itu, Kejati Provinsi DKI Jakarta juga menemukan stempel palsu yang diduga digunakan untuk penyimpangan anggaran sebesar Rp150 miliar di Dinas Kebudayaan DKI yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Pengungkapan kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran di instansi pemerintah. Kejati DKI Jakarta berkomitmen untuk terus menelusuri dan mengungkap seluruh jaringan yang terlibat dalam kasus ini. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan integritas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik dapat terjaga dengan baik.