Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengungkapkan rasa kecewa mendalam terhadap keputusan hakim yang memerintahkan pengembalian aset milik pengusaha money changer, Helena Lim, yang sebelumnya disita. Helena Lim dinyatakan terlibat dalam skandal korupsi komoditas timah yang merugikan negara hingga mencapai Rp 300 triliun. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mendesak jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung untuk mengajukan banding dan menuntut agar aset yang disita dari Helena Lim tetap dirampas guna menutup kerugian negara.
Dalam putusannya, hakim hanya mewajibkan Helena Lim membayar uang pengganti sebesar Rp 900 juta, sementara uang Rp 420 miliar hasil penukaran valuta asing mengalir ke Harvey Moeis. Boyamin menyoroti ketidakjelasan dalam penetapan uang pengganti Harvey Moeis yang hanya Rp 210 miliar, setengah dari jumlah yang didakwakan sebelumnya. Boyamin mempertanyakan ke mana aliran dana Rp 210 miliar tersebut dan menilai bahwa rangkaian ini masih bisa diperdebatkan.
Boyamin menegaskan bahwa Helena Lim telah divonis bersalah dalam kasus korupsi dan pencucian uang terkait timah, sehingga asetnya layak disita untuk negara. Meskipun asal harta Helena Lim belum sepenuhnya jelas, Boyamin berpendapat bahwa aset tersebut seharusnya dirampas oleh negara dan tidak dikembalikan kepada Helena Lim. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan, mengingat kerugian negara yang mencapai Rp 300 triliun akibat korupsi timah.
Boyamin menyoroti bahwa kerugian negara hampir mencapai Rp 27 triliun akibat pembelian bijih timah dari penambang ilegal oleh PT Timah. Ia menegaskan bahwa aset para terdakwa, termasuk Helena Lim, seharusnya disita untuk menutupi kerugian tersebut. Boyamin juga menekankan bahwa terdakwa lain yang tidak menerima aliran uang tidak dikenakan uang pengganti, sehingga penyitaan aset menjadi langkah yang tepat.
MAKI mendesak agar kasus korupsi timah ini terus dikembangkan dan berharap adanya penetapan tersangka baru terhadap pengusaha berinisial Robert Bonosusatya (RBS). Kejaksaan Agung telah memeriksa RBS terkait kasus ini, dan Boyamin menuntut agar RBS dijadikan tersangka karena diduga menerima aliran dana terbesar. Ia juga mendorong proses banding terhadap semua pihak yang terlibat, termasuk Helena Lim.
Helena Lim, yang dikenal sebagai crazy rich, divonis 5 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah membantu korupsi pengelolaan timah dan tindak pidana pencucian uang. Ketua majelis hakim, Rianto Adam Pontoh, menjatuhkan hukuman penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara kepada Helena. Selain itu, Helena diwajibkan membayar uang pengganti Rp 900 juta dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Kasus korupsi yang melibatkan Helena Lim menyoroti tantangan dalam penegakan hukum dan pengembalian kerugian negara. MAKI terus mendesak agar aset yang terkait dengan korupsi disita untuk menutup kerugian negara yang signifikan. Dengan proses banding yang diajukan, diharapkan keadilan dapat ditegakkan dan kerugian negara dapat diminimalisir. Para pengamat dan masyarakat akan terus memantau perkembangan kasus ini dengan harapan adanya keadilan yang ditegakkan.