Nanang Gimbal, tersangka dalam kasus pembunuhan aktor sekaligus mantan calon legislatif dari Partai Hanura, Sandy Permana, dikenal sebagai sosok yang pendiam. Sebaliknya, korban memiliki sifat yang temperamental. Hal ini diungkapkan oleh Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Resa Fiardi Marasabessy, berdasarkan keterangan dari para saksi. Dalam penyelidikan kasus ini, delapan orang saksi termasuk tersangka telah dimintai keterangan, yang kemudian mengungkap kepribadian dari kedua belah pihak.
Resa Fiardi Marasabessy menjelaskan bahwa pihaknya melakukan pendalaman terhadap keterangan warga sekitar melalui wawancara untuk menggali informasi lebih lanjut. “Kami dapatkan beberapa simpulan melalui analisis. Untuk si pelaku atau tersangka sebenarnya dikenal pendiam. Sedangkan untuk si korban, menurut versi tersangka, dikenal agak temperamen, agak suka pemarah,” ungkap Resa kepada wartawan pada Kamis (16/1/2025).
Resa menambahkan bahwa pihaknya akan terus mendalami sosok korban berdasarkan keterangan warga sekitar untuk memastikan kebenaran informasi tersebut dan menghindari persepsi yang salah. “Kami masih melakukan pendalaman versi pelaku. Tentunya kami akan melakukan pendalaman kepada warga sekitar terkait hal ini,” ujarnya.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, Nanang Gimbal dan Sandy Permana sempat hidup bertetangga antara tahun 2017 hingga 2019 di Perumahan Cibarusah Jaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Ketegangan antara keduanya dimulai ketika Sandy mengadakan pesta pernikahan pada tahun 2019 dan mendirikan tenda hingga ke pekarangan rumah Nanang, serta menebang pohon milik Nanang tanpa izin.
“Namun tersangka tidak menegur korban karena tersangka tahu korban sangat pemarah. Atas perbuatan korban tersebut, tersangka merasa sakit hati dan menyimpan dendam,” jelas Wira.
Setelah insiden tersebut, hubungan bertetangga antara Nanang dan Sandy menjadi tidak harmonis, sehingga Nanang dan keluarganya memutuskan untuk menjual rumah mereka dan pindah ke rumah kontrakan baru di lingkungan yang sama. “Tersangka tidak pernah menyapa korban dan korban pun tidak pernah menyapa tersangka,” tambah Wira.
Konflik antara keduanya kembali memanas pada Oktober 2024, ketika warga setempat mengadakan pertemuan untuk membahas penggantian Ketua RT. Dalam pertemuan tersebut, Sandy terlibat keributan dengan istri Ketua RT, yang berujung pada adu mulut. Nanang yang menegur Sandy justru mendapatkan respons sinis, yang semakin memicu rasa dendamnya.
Puncak dari konflik ini terjadi pada Minggu, 12 Januari 2025, sekitar pukul 06.30 WIB. Saat itu, Nanang sedang memperbaiki sepeda motor di depan rumahnya ketika melihat Sandy melintas dengan sepeda motor. Sandy meludah ke arah Nanang sambil memberikan tatapan sinis, yang memicu amarah Nanang. Dalam keadaan emosi, Nanang mengejar Sandy dan menganiayanya dengan sebilah pisau.
“Tersangka mengambil pisau dari kandang ayam samping rumah, kemudian berlari mengejar korban dengan maksud untuk melukai korban serta meluapkan kekesalan yang selama ini tersangka pendam,” ujar Wira.
Sandy berusaha melarikan diri, namun luka-luka yang dideritanya membuatnya kehilangan nyawa. Sementara itu, Nanang melarikan diri ke arah Karawang dengan sepeda motor, sebelum akhirnya meninggalkannya di tepi persawahan dan melanjutkan pelarian dengan menumpang truk.
Kasus ini menyoroti bagaimana konflik personal yang tidak terselesaikan dapat berujung pada tindakan kriminal yang tragis. Pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap seluruh fakta di balik kasus ini dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan.