Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menyambut baik keputusan Indonesia untuk bergabung dengan kelompok dagang BRICS. Menurutnya, langkah ini dapat membuka peluang baru dalam perdagangan internasional bagi Indonesia. Erick menekankan pentingnya mendukung perdagangan dengan negara-negara di kawasan Selatan dunia.
“Perdagangan Selatan-Selatan adalah sesuatu yang harus kita dorong,” ujar Erick setelah menghadiri acara MINDialogue di Energy Building, Jakarta, pada Kamis (9/1/2025).
Erick menambahkan bahwa negara-negara anggota BRICS, seperti China, India, dan Rusia, merupakan mitra dagang yang menguntungkan bagi Indonesia. “BRICS terdiri dari banyak negara sahabat yang dapat saling menguntungkan dalam perdagangan,” jelasnya.
Erick Thohir menegaskan bahwa bergabungnya Indonesia dengan BRICS tidak akan mengganggu posisi independen Indonesia dalam geopolitik global. “Sebagai negara yang independen, kita tidak terikat pada blok politik manapun. Dengan BRICS, kita tetap berkomitmen pada WTO dan perdagangan global,” katanya.
Mengenai kemungkinan pembelian minyak mentah dari Rusia, Erick menyatakan bahwa keputusan tersebut harus sesuai dengan kebijakan nasional. “Saya tidak bisa memberikan pernyataan lebih lanjut, karena itu tergantung pada kebijakan negara,” tambahnya.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, juga memberikan pandangannya mengenai keanggotaan penuh Indonesia dalam BRICS. Menurut Luhut, bergabung dengan BRICS dapat memperluas pasar nasional dan memberikan peluang ekonomi yang lebih besar. Namun, ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam mengambil keputusan ini, mengingat situasi ekonomi global yang tidak menentu.
“Pasar kita akan lebih besar, tetapi kita harus berhati-hati dengan masalah yang ada di China dan Eropa, terutama terkait pasokan gas dari Rusia,” ujar Luhut dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (9/1).
Luhut mengingatkan bahwa krisis energi di Eropa dapat berdampak pada ekonomi China, yang saat ini sedang mengalami kesulitan. Selain itu, ketidakpastian ekonomi di Amerika Serikat juga menjadi perhatian, terutama terkait kebijakan tarif yang belum jelas di bawah pemerintahan Trump.
“Pemerintah telah mempertimbangkan dengan cermat berbagai masalah yang ada saat ini,” tambah Luhut.
Direktur China-Indonesia Desk, Celios, Muhammad Zulfikar Rakhmat, mengungkapkan bahwa ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang antara China dan AS dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Ancaman dari Presiden Trump terhadap negara anggota BRICS yang melakukan dedolarisasi juga menjadi perhatian.
“Reaksi Trump perlu diwaspadai, karena dia adalah pemimpin yang sering membuktikan ucapannya,” kata Zulfikar.
Jika Amerika Serikat memberlakukan tarif 100 persen pada negara anggota BRICS, Indonesia akan merasakan dampaknya. Hal ini dapat menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia dalam jangka pendek hingga menengah.
“Ini akan menyebabkan penurunan tajam pada volume ekspor, terutama untuk produk yang bergantung pada pasar AS,” tegas Zulfikar.
Bergabungnya Indonesia dengan BRICS membuka peluang baru dalam perdagangan internasional, namun juga menghadirkan tantangan yang perlu diantisipasi. Pemerintah Indonesia harus cermat dalam menyusun kebijakan ekonomi yang dapat memanfaatkan peluang ini sekaligus mengatasi tantangan yang ada. Dengan langkah yang tepat, Indonesia dapat memperkuat posisinya di kancah perdagangan global dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi nasional.