Tragedi memilukan datang dari Palembang, di mana seorang bocah berusia 6 tahun berinisial AL diduga menjadi korban malapraktik setelah mengikuti acara sunatan massal. Sang ibu, RM (39), mengungkapkan bahwa setelah sunat, anaknya mengalami nyeri saat buang air kecil dan urine keluar melalui bekas jahitan sunat, bahkan saluran urinenya bercabang menjadi lima.
RM menceritakan bahwa sunatan massal tersebut berlangsung pada Juli 2024. Meskipun pihak penyelenggara sempat menyatakan kesediaan untuk bertanggung jawab, hingga berbulan-bulan kemudian tidak ada kejelasan yang berarti.
“Saya melaporkan sunat (diduga) gagal. Anak saya buang air kecilnya bercabang setelah disunat di sana,” kata RM dikutip dari detikSumbagsel, Jumat (10/1/2025).
Setelah mengalami komplikasi, AL sempat dibawa ke rumah sakit, namun saat itu dokter hanya memberikan obat. Kondisinya sempat membaik, namun AL masih membutuhkan penanganan lebih lanjut. Akhirnya, belum lama ini AL menjalani operasi di RSUP Mohammad Hoesin Palembang untuk mengatasi masalah tersebut.
Spesialis urologi, dr Hilman Hadiansyah, SpU, menjelaskan bahwa kejadian seperti yang dialami AL sangat jarang terjadi. Namun, terdapat beberapa faktor yang secara umum dapat memicu kondisi tersebut.
“Kondisi buang air kecil bercabang pasca sunat umumnya jarang terjadi. Kondisi tersebut dapat disebabkan antara lain adanya perlengketan pada lubang pipis dengan jaringan sekitarnya, cedera uretra, atau kondisi bawaan lahir seperti hipospadia maupun fistula uretrokutan,” kata dr Hilman ketika dihubungi detikcom, Jumat (10/1/2025).
Hipospadia adalah kondisi bawaan lahir yang membuat lubang kencing tidak berada di ujung penis. Sedangkan, fistula uretrokutan adalah kondisi langka yang terjadi ketika seseorang memiliki saluran abnormal antara uretra dan kulit.
dr Hilman mengingatkan para orang tua untuk mewaspadai komplikasi yang mungkin muncul setelah anak menjalani sunat. Jika terjadi komplikasi, sebaiknya anak segera dibawa ke rumah sakit atau fasilitas medis terdekat.
Beberapa komplikasi yang dapat muncul antara lain perdarahan yang tidak kunjung berhenti, kesulitan buang air kecil, perubahan warna pada glans atau kepala penis, serta nyeri yang terus menerus.
Setelah mengetahui berbagai jenis komplikasi, penting untuk memilih tempat sunat yang aman. dr Hilman menyarankan agar sunat dilakukan di rumah sakit atau klinik yang resmi.
Tempat sunat resmi biasanya memiliki tenaga medis yang siap menangani pasien jika terjadi komplikasi. Sama halnya dengan mengikuti sunat massal, selama dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih, maka secara umum juga aman.
“Sebaiknya tempat sunat yang menjadi pilihan adalah tempat sunat yang dapat menangani segala bentuk komplikasi pasca sunat. Betul (lebih disarankan di tempat resmi) dengan tenaga medis terlatih dan memiliki kompetensi melakukan tindakan tersebut,” tandasnya.
Kasus yang menimpa AL di Palembang ini menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan dan pemilihan tempat sunat yang tepat. Dengan memilih fasilitas medis yang kompeten, diharapkan dapat meminimalisir risiko komplikasi dan memastikan keselamatan anak selama dan setelah prosedur sunat. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan dapat memberikan perhatian lebih terhadap pelaksanaan sunatan massal agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.