Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin) memproyeksikan bahwa penurunan penjualan mobil pada tahun 2024 akan memberikan dampak negatif terhadap kontribusi industri otomotif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga mencapai Rp 4,21 triliun. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Setia Diarta, yang menekankan bahwa sektor otomotif memiliki rantai industri yang sangat panjang dan melibatkan lebih dari 1,5 juta pekerja.
Dalam diskusi Forwin Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah yang diadakan di Jakarta pada Selasa (14/1/2025), Setia Diarta menjelaskan bahwa penurunan penjualan mobil pada tahun 2024 diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap PDB Indonesia. “Signifikansi penurunan penjualan di 2024 terhadap PDB kita, kalau kami lihat, diperkirakan mencatat penurunan sebesar Rp 4,21 triliun,” ujarnya.
Penurunan penjualan mobil ini tidak hanya berdampak langsung pada PDB, tetapi juga mempengaruhi backward linkage sebesar Rp 4,11 triliun dan forward linkage sebesar Rp 3,519 triliun. Pada tahun 2023, penjualan kendaraan bermotor roda empat berhasil mencapai 1.005.802 unit. Namun, pada tahun 2024, jumlah kendaraan roda empat yang terjual hanya mencapai 865.723 unit, mengalami penurunan sebesar 15-16 persen.
Setia Diarta mengidentifikasi dua faktor utama yang menyebabkan penurunan penjualan mobil ini, yaitu pelemahan daya beli masyarakat dan kenaikan suku bunga pada kredit kendaraan bermotor. Meskipun demikian, Setia tetap mengapresiasi pencapaian penjualan mobil nasional yang melebihi target 850.000 unit pada periode Januari-Desember 2024.
Mengingat pentingnya sektor otomotif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, Kemenperin telah merumuskan beberapa usulan kebijakan baru untuk tahun 2025. Usulan ini mencakup insentif seperti PPnBM ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan hybrid (PHEV, full, mild) sebesar 3 persen, insentif PPN DTP untuk kendaraan listrik (EV) sebesar 10 persen, serta penundaan atau keringanan pemberlakuan opsen pajak.
Saat ini, sebanyak 25 provinsi di Indonesia telah menerbitkan regulasi terkait relaksasi opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Diharapkan langkah ini dapat memberikan dukungan nyata terhadap keberlanjutan industri otomotif nasional serta menjaga daya saingnya di pasar domestik maupun global. Beberapa provinsi yang terlibat antara lain Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Kepulauan Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, hingga Sulawesi Selatan.
Penurunan penjualan mobil pada tahun 2024 menimbulkan tantangan besar bagi industri otomotif Indonesia dan berdampak signifikan terhadap PDB. Namun, dengan adanya usulan kebijakan baru dan dukungan dari pemerintah daerah, diharapkan industri ini dapat bangkit kembali dan terus berkontribusi positif terhadap perekonomian nasional. Semua pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan keberlanjutan serta daya saing industri otomotif Indonesia di masa depan.