Dalam peringatan Haul ke-15 Gus Dur, Yenny Wahid, putri dari Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid, mengkritik keras tindakan penembakan oleh polisi terhadap warga di Semarang dan Palangka Raya. Yenny menegaskan bahwa polisi seharusnya menjadi pelindung masyarakat dari ancaman kejahatan, bukan malah menjadi ancaman yang menakutkan. Menurutnya, insiden ini adalah contoh kecil dari penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat kepolisian terhadap warga sipil.
Yenny mengungkapkan bahwa penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi semakin sering terjadi. “Polisi yang seharusnya melindungi rakyat justru menjadi ancaman di masyarakat. Contohnya adalah Gama Rizki Nata, siswa SMK 4 Semarang, Budiman Ari Sandi, warga Palangka Raya, dan Hariyono, saksi pelapor yang malah dijadikan tersangka,” ujar Yenny di acara yang berlangsung di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Sabtu (21/12).
Yenny juga memaparkan data dari Amnesti Internasional yang mencatat 116 kasus kekerasan yang melibatkan polisi sepanjang tahun 2024. Dari jumlah tersebut, 29 kasus merupakan pembunuhan di luar hukum atau extrajudicial killing, sementara 26 kasus lainnya melibatkan penyiksaan dan tindakan kejam.
Yenny mengajak semua pihak untuk merenungkan ketidakadilan yang terjadi. Ia menekankan bahwa tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam menghadapi hukum, dan seringkali masyarakat hanya bisa pasrah terhadap ketidakadilan yang menimpa mereka. “Saya ingin mengajak kita semua untuk merasakan sejenak apa yang Gus Dur rasakan ketika melihat ketidakadilan dan kebrutalan. Bayangkanlah bagaimana perasaan kita jika berada di posisi mereka yang selalu dipinggirkan,” ungkapnya.
Menanggapi wacana Polri di bawah kementerian, Yenny menilai hal tersebut kurang tepat. Ia mengingatkan bahwa Gus Dur telah memperjuangkan agar Polri memiliki posisi tersendiri. Oleh karena itu, Yenny menilai Polri harus melakukan pembenahan menyeluruh agar tidak lagi terjangkit fenomena “trigger happy” atau terlalu mudah menarik pistol saat berhadapan dengan masyarakat.
Di akhir sambutannya, Yenny mengajak semua pihak untuk mengembalikan tugas utama Polri sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. “Tugas kita bersama adalah mengembalikan polisi dan semua lembaga negara pada fitrahnya. Menjadi pelindung rakyat, bukan pelindung kepentingan sekeliling orang belaka,” tandasnya.
Dengan pernyataan ini, Yenny Wahid berharap agar kepolisian dapat kembali menjalankan perannya dengan baik dan tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Dukungan dan perhatian dari berbagai pihak diharapkan dapat mendorong perubahan positif dalam tubuh kepolisian Indonesia.