Suwarno Wisetrotomo, kurator yang ditunjuk oleh Galeri Nasional Indonesia (Galnas) untuk pameran lukisan Yos Suprapto, mengungkapkan alasan di balik penundaan pameran bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” yang seharusnya digelar di Galeri Nasional, Jakarta, pada Kamis malam (19/12). Suwarno menyatakan bahwa ia memutuskan untuk mundur dari posisi kurator karena adanya perbedaan pendapat yang signifikan dengan Yos Suprapto.
Dalam pernyataannya, Suwarno menjelaskan bahwa terdapat dua karya yang menurutnya sangat mencolok dan tidak sesuai dengan tema pameran.
“Waktu itu dua karya yang saya tengarai sangat mencolok tidak sesuai tema ya saya mengatakan, bagaimana kalau tidak dipasang,” ungkap Suwarno saat dihubungi oleh Zamrud Setya Nagara dari Galnas di depan wartawan pada Jumat (20/12).
Ia menegaskan bahwa keputusannya tidak berkaitan dengan bentuk lukisan yang dianggap kontroversial, melainkan lebih kepada konten lukisan yang tidak sejalan dengan tema yang diusung.
Suwarno menegaskan bahwa perbedaan pendapat dengan Yos Suprapto menjadi alasan utama pengunduran dirinya sebagai kurator.
“Ketika itu saya sampaikan dan saya merasa ditampik ide-ide itu, dan pendapat saya juga ditampik, ya tentu saja saya merasa, ‘oh saya mengatakan dengan baik-baik dengan Saudara Yos Suprapto. Oh, saya bukan kurator yang cocok dengan pameran ini’,” ujarnya.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon, dalam pernyataan terpisah, menyebutkan bahwa mundurnya kurator menjadi salah satu pemicu batalnya pameran Yos Suprapto. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran kurator dalam keberlangsungan sebuah pameran seni.
Yos Suprapto, sang seniman, mengungkapkan bahwa ia diminta untuk tidak menampilkan 5 dari 30 lukisan yang bertema kedaulatan/ketahanan pangan. Awalnya, hanya dua lukisan yang menjadi sorotan kurator, yaitu Konoha I dan Konoha II. Konoha I menggambarkan sosok mirip Raja Jawa, sementara Konoha II menggambarkan orang telanjang dengan mahkota mirip Raja Jawa. Yos dan kurator sepakat untuk menutup kedua lukisan tersebut dengan kain hitam.
Namun, permintaan untuk tidak menampilkan lukisan kemudian meluas ke tiga lukisan lainnya, sehingga total ada lima lukisan yang diminta untuk tidak ditampilkan. Yos menolak permintaan tersebut. Selain Konoha I dan II, salah satu lukisan yang dipermasalahkan menggambarkan sosok petani yang memakai caping, yang memberikan makan kepada orang berdasi. Masyarakat menafsirkan lukisan tersebut secara beragam, salah satunya menganggap sosok tersebut mirip dengan Jokowi.
Yos menegaskan bahwa lukisan-lukisan tersebut bersifat multitafsir. “Jadi kelima lukisan tadi tergantung siapa yang melihatnya. Orang saya melukiskan petani kok, pakai caping kok. Ada petani memberi makan kepada orang yang berdasi,” kata Yos saat ditemui di Galnas. Ia juga menyebutkan adanya lukisan pria bercaping yang memberi makan anjing, yang juga menjadi bahan perdebatan.
Dengan adanya penundaan ini, diharapkan agar komunikasi antara kurator dan seniman dapat lebih baik di masa depan, sehingga pameran dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan kontroversi. Galeri Nasional Indonesia diharapkan dapat terus menjadi wadah bagi seniman untuk mengekspresikan karyanya dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai seni dan budaya. Ke depan, diharapkan agar setiap pameran dapat menjadi ajang apresiasi seni yang bermanfaat bagi semua pihak.