Langkah monumental sedang diambil di Korea Selatan dengan diajukannya revisi undang-undang yang bertujuan untuk menghentikan pembayaran gaji dan tunjangan bagi presiden yang dinyatakan tidak aktif setelah dimakzulkan oleh parlemen. Inisiatif ini mencakup Presiden Korea Selatan saat ini, Yoon Seok-yeol. Menurut Park Yong-gap, anggota parlemen dari Partai Demokrat Korea, revisi terhadap National Civil Service Act ini dirancang untuk menghentikan kompensasi bagi pejabat negara yang sedang dalam proses pemakzulan. Selain itu, langkah ini juga bertujuan membatasi akses mereka terhadap rahasia negara atau informasi terkait tugas mereka.
Meskipun Presiden Yoon telah dimakzulkan oleh parlemen, ia tetap mempertahankan statusnya sebagai presiden hingga Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan final. Selama periode ini, ia masih menerima gaji sebesar 21,24 juta won per bulan dan memiliki akses ke berbagai fasilitas negara, termasuk kendaraan resmi, pesawat pribadi, dan tempat tinggal di istana kepresidenan. Kondisi ini menimbulkan perdebatan di kalangan publik dan politisi mengenai kelayakan pemberian hak istimewa tersebut kepada seorang presiden yang telah dimakzulkan.
Park Yong-gap menegaskan bahwa mempertahankan gaji dan berbagai hak istimewa untuk presiden yang sedang dimakzulkan tidak sejalan dengan harapan publik. “Tidak pantas memberikan gaji bulanan sebesar 21,24 juta won kepada seorang presiden yang telah melanggar tatanan konstitusi dan menyebabkan kekacauan di negara ini,” tegasnya. Pernyataan ini mencerminkan sentimen banyak warga Korea Selatan yang merasa bahwa pemimpin yang telah dimakzulkan seharusnya tidak lagi menikmati fasilitas negara.
Selain revisi National Civil Service Act, Park juga mengajukan amandemen terhadap Passport Act. Amandemen ini bertujuan melarang pemberian paspor diplomatik kepada mantan presiden yang telah dimakzulkan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa mantan pemimpin yang telah kehilangan kepercayaan publik tidak lagi memiliki akses ke fasilitas diplomatik yang dapat digunakan untuk kepentingan pribadi.
Jika revisi ini disetujui, langkah tersebut akan menjadi preseden penting dalam memastikan akuntabilitas pemimpin negara yang menghadapi pemakzulan. Ini akan menandai perubahan signifikan dalam cara Korea Selatan menangani pemimpin yang telah kehilangan kepercayaan publik. Dengan menghilangkan hak istimewa dan fasilitas negara dari presiden yang dimakzulkan, diharapkan akan ada peningkatan dalam transparansi dan akuntabilitas di tingkat tertinggi pemerintahan.
Revisi undang-undang ini mencerminkan upaya serius untuk memperkuat akuntabilitas di kalangan pemimpin negara. Dengan menghilangkan gaji dan hak istimewa bagi presiden yang dimakzulkan, Korea Selatan berusaha memastikan bahwa pemimpin yang telah melanggar kepercayaan publik tidak lagi mendapatkan keuntungan dari posisi mereka. Langkah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam menangani isu serupa, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan.