Di tengah hiruk-pikuk Kota Semarang, rekonstruksi kasus penembakan yang melibatkan Aipda Robig Zaenudin, anggota Satuan Resnarkoba Polrestabes Semarang, terhadap Gamma Rizkynata Oktafandy, siswa SMKN 4 Semarang, telah rampung dilaksanakan. Jalan Candi Penataran, Kelurahan Kalipancur, Kecamatan Ngaliyan, menjadi saksi bisu dari peristiwa yang mengguncang ini, tepat di depan Alfamart, lokasi terakhir dari rangkaian rekonstruksi.
Selama proses rekonstruksi, Aipda Robig tampak sibuk mengatur posisi saksi-saksi, termasuk sepeda motor yang ditumpangi oleh para saksi dan korban. Kejanggalan ini tidak luput dari perhatian Andi Prabowo, ayah Gamma, yang merasa bahwa seharusnya saksi-saksi lebih mengetahui posisi mereka saat kejadian berlangsung.
Aipda Robig bersikeras bahwa penembakan terjadi dalam posisi terjatuh karena sepeda motor yang ditumpangi anak-anak tersebut terlalu dekat dengannya. Pengacara Aipda Robig, Herry Darman, turut hadir dalam rekonstruksi dan terlihat mengatur jarak saksi-saksi. Kuasa hukum keluarga Gamma, Zainal Abidin Petir, menegaskan bahwa saksi-saksi tidak boleh diatur dan harus memberikan keterangan sesuai dengan apa yang mereka ketahui dan rasakan.
Rekonstruksi mengungkap bahwa Aipda Robig menembakkan peluru dari jarak dekat, antara 3 hingga 2 meter, langsung ke arah para korban. Robig mengklaim bahwa tembakan awal adalah tembakan peringatan. Namun, fakta menunjukkan bahwa Gamma ditembak dari jarak sekitar 3 meter saat berboncengan sepeda motor Vario merah bersama saksi M dan D.
Zainal Petir menyatakan bahwa tidak ada penyerangan yang mengancam nyawa tersangka, dan Gamma tidak membawa senjata saat ditembak. Penembakan tersebut dinilai sangat brutal dan mematikan. Kombes Pol Dwi Subagio dari Polda Jateng menyatakan bahwa perbedaan keterangan antara saksi dan tersangka akan didukung dengan bukti digital forensik, CCTV, dan jejak digital untuk menemukan fakta yang sebenarnya.
Total ada 44 adegan dalam rekonstruksi, yang diikuti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jateng. Kejadian bermula dari pertemuan kelompok pelajar yang berujung pada aksi saling kejar, hingga akhirnya kendaraan para korban berpapasan dengan Aipda Robig, yang kemudian melakukan penembakan.
Aipda Robig ditetapkan sebagai tersangka dan juga menjalani proses internal di Polri. Sidang Komite Kode Etik Polri (KKEP) Polda Jateng memutuskan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) bagi Aipda Robig, meskipun ia mengajukan banding.
Kasus penembakan ini menimbulkan banyak pertanyaan dan kontroversi, terutama terkait dengan pengaturan saksi dan klaim dari pihak tersangka. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan keadilan bagi keluarga korban dan menjadi pelajaran bagi aparat penegak hukum lainnya.