Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, menyampaikan pidato penting pada Sabtu (7/12) waktu setempat, menanggapi kegaduhan yang terjadi akibat pengumuman status darurat militer yang berlangsung selama enam jam pada Selasa malam (3/12). Dalam pidatonya, Yoon menyampaikan permohonan maaf yang tulus kepada masyarakat Korea Selatan.
“Saya sangat menyesal dan ingin meminta maaf dengan tulus kepada orang-orang yang terkejut,” ujar Yoon, seperti dilaporkan oleh Reuters. Sebagai bentuk penyesalan, Yoon juga memberikan gestur membungkuk, sebuah tanda permintaan maaf yang mendalam dalam budaya Korea.
Keputusan Yoon untuk memberlakukan darurat militer tanpa penjelasan rinci memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Parlemen Korea Selatan. Parlemen kini tengah mempertimbangkan mosi pemakzulan terhadap Yoon. Dalam pernyataannya, Yoon hanya menyebut adanya ancaman dari Korea Utara dan kekuatan anti-negara sebagai alasan pemberlakuan darurat militer tersebut.
Menanggapi situasi politik yang memanas, Yoon menyatakan bahwa ia menyerahkan sepenuhnya langkah-langkah politik ke depan kepada partainya, People Power. Ia menegaskan kesiapannya untuk menghadapi segala konsekuensi yang mungkin timbul dari kejadian ini.
“Saya serahkan kepada partai saya untuk mengambil langkah-langkah guna menstabilkan situasi politik di masa mendatang, termasuk masalah masa jabatan saya,” ungkap Yoon dalam pidatonya.
Permohonan maaf Yoon dan langkah-langkah yang diambil partainya akan menjadi penentu bagi masa depan politiknya. Publik Korea Selatan kini menantikan bagaimana People Power akan menangani situasi ini dan apakah Yoon dapat mempertahankan posisinya sebagai presiden. Kejadian ini juga menjadi pengingat akan pentingnya komunikasi yang jelas dan transparan dalam pengambilan keputusan yang berdampak luas bagi negara.