Cellica Nurrachadiana, anggota Komisi IX DPR RI, menyuarakan kekecewaannya terhadap kontroversi pengadaan kelas berbasis kontainer yang menghabiskan anggaran hingga Rp 6,4 miliar di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika). Cellica menilai bahwa sebagai institusi kebanggaan masyarakat Karawang sejak 2014, Unsika seharusnya memiliki perencanaan yang matang dalam melakukan transformasi dan inovasi, termasuk dalam pengelolaan anggaran.
Cellica, yang juga mantan Bupati Karawang, menyoroti bahwa anggaran sebesar Rp 6,4 miliar untuk pembangunan ruang kelas darurat dianggap kurang bijak.
“Apakah tidak lebih baik untuk membangun sarana-prasarana yang lebih kokoh dan bisa digunakan jangka panjang?” ujarnya pada Selasa (17/12). Ia menekankan pentingnya perencanaan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Cellica juga menyoroti tingginya minat masyarakat Karawang dan sekitarnya untuk melanjutkan pendidikan di Unsika. Namun, ia mengingatkan bahwa hal ini harus diimbangi dengan kemampuan dan kapasitas Unsika dalam menyediakan fasilitas yang memadai.
“Pelayanan pendidikan yang baik adalah kewajiban penyelenggara pendidikan,” tegasnya.
Cellica menambahkan bahwa setiap kebijakan sebaiknya dikomunikasikan dengan berbagai pihak terkait untuk menghindari masalah di kemudian hari. Ia berharap Unsika dapat lebih transparan dan inklusif dalam proses pengambilan keputusan.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Unsika, Indra Budiman, menjelaskan bahwa biaya pembangunan kelas kontainer mencapai Rp 6,4 miliar, dengan rincian Rp 159 juta per kelas. Setiap kelas terdiri dari dua kontainer yang digabung, dilengkapi dengan fasilitas seperti AC, kursi kuliah, proyektor, dan meja dosen. Total ada 80 kontainer yang disiapkan untuk 40 ruang kelas, termasuk ruang dosen, ruang rapat, toilet, kantin, dan gudang.
Kepala Biro Umum dan Keuangan Unsika, Kurniawan, mengklaim bahwa kelas berbasis kontainer merupakan langkah inovatif. Menurutnya, konsep ini sudah banyak diterapkan di berbagai institusi pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia, sebagai solusi atas keterbatasan infrastruktur.
“Kami berharap kelas kontainer ini dapat memberikan layanan pendidikan yang cepat, tepat, dan berkualitas,” ujarnya.
Polemik pengadaan kelas kontainer di Unsika menyoroti pentingnya perencanaan anggaran yang bijak dan komunikasi kebijakan yang baik. Dengan tingginya minat masyarakat terhadap Unsika, diharapkan kampus ini dapat menyediakan fasilitas yang memadai dan berkelanjutan. Semoga langkah-langkah inovatif yang diambil dapat memberikan manfaat maksimal bagi seluruh mahasiswa dan civitas akademika Unsika.