Insiden penganiayaan yang melibatkan George Sugama Halim (GSH), putra pemilik toko roti, terhadap pegawainya yang berinisial DAD (19) telah menarik perhatian khalayak ramai. Kejadian ini berlangsung pada bulan Oktober, namun baru memasuki tahap penyidikan pada bulan Desember. Tagar ‘no viral no justice’ kembali mencuat, menyoroti lambatnya penanganan kasus ini.
Kapolres Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, menegaskan bahwa pihaknya telah menangani kasus ini dengan serius sejak awal. Namun, korban tidak menyertakan video dan foto sebagai barang bukti dalam laporan awalnya.
“Pada saat pemeriksaan awal, korban tidak menyampaikan adanya video atau foto-foto terkait,” ujar Nicolas di Mapolres Jakarta Timur, Senin (16/12).
Nicolas menjelaskan bahwa penyidik telah mulai bekerja sejak awal November, meskipun kejadian dilaporkan pada 18 Oktober.
“Penyidik sudah mulai bekerja dari awal bulan November dan melakukan pemeriksaan terhadap para saksi. Ada tahapan-tahapan dan SOP yang harus dilakukan oleh penyidik,” jelasnya.
Menurut Nicolas, kasus ini tidak dapat ditangani dengan cepat karena merupakan pidana umum, bukan karena video viral.
“Laporannya ke kita adalah pidana umum biasa, maka tindakan penyidik adalah melakukan langkah-langkah sesuai SOP,” tambahnya.
Penganiayaan yang dilakukan George terhadap DAD menjadi viral di media sosial. Peristiwa ini terjadi pada 17 Oktober dan dilaporkan sehari setelahnya. George ditangkap dua bulan kemudian, pada Senin (16/12), saat berada di sebuah hotel di Sukabumi bersama keluarganya.
Kini, status George telah dinaikkan menjadi tersangka. Ia disangkakan melanggar ayat 1 dan ayat 2 pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara. Saat ini, George ditahan di Polres Jakarta Timur.
Alasan di balik penganiayaan ini adalah kekecewaan George karena permintaannya untuk mengantarkan roti ke kamarnya ditolak oleh DAD. George melempar DAD dengan mesin EDC, patung, kursi besi, dan loyang, yang menyebabkan luka pada pelipis DAD.
Kasus ini menyoroti pentingnya proses hukum yang adil dan transparan. Meskipun ada tekanan publik melalui media sosial, penegakan hukum harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Kejadian ini juga mengingatkan kita akan pentingnya melampirkan bukti yang kuat dalam setiap laporan untuk mempercepat proses penyidikan.