Pada Selasa (24/12), Parker Solar Probe, wahana antariksa milik NASA, berhasil mencatatkan penerbangan lintas yang memecahkan rekor dengan mendekati Matahari pada jarak 6,1 juta kilometer dari permukaannya. Ini adalah jarak terdekat yang pernah dicapai oleh manusia dengan sebuah bintang, menandai pencapaian luar biasa dalam penjelajahan kosmos.
Tim operasi misi yang berlokasi di Johns Hopkins Applied Physics Laboratory, Laurel, Maryland, memastikan keberhasilan penerbangan setelah menerima sinyal dari pesawat ruang angkasa tersebut. Namun, selama lintasan terdekatnya dengan Matahari, tim misi tidak dapat berkomunikasi dengan wahana tersebut, seperti yang dilaporkan oleh CNN pada Minggu (29/12/2024).
Anggota tim kini menunggu data lebih rinci mengenai status Parker Solar Probe, yang diperkirakan akan kembali ke Bumi pada 1 Januari 2025. Menurut NASA, pesawat luar angkasa ini melaju dengan kecepatan 692 ribu kilometer per jam, menjadikannya objek buatan manusia tercepat dalam sejarah.
Diluncurkan pada 12 Agustus 2018, misi ini telah mencapai banyak tonggak bersejarah. Peluncurannya dihadiri oleh Dr. Eugene Parker, astrofisikawan yang mempelopori penelitian heliofisika surya. Parker, yang meninggal pada usia 94 tahun pada Maret 2022, adalah orang pertama yang memiliki pesawat ruang angkasa yang menyandang namanya.
Parker Solar Probe menjadi pesawat ruang angkasa pertama yang ‘menyentuh Matahari’ dengan terbang melalui korona Matahari pada Desember 2021. Selama enam tahun terakhir, wahana ini telah mengumpulkan data penting untuk menjawab misteri besar tentang Matahari, termasuk asal usul angin Matahari dan panas korona yang lebih tinggi dari permukaannya.
Para ilmuwan juga berusaha memahami lontaran massa koronal, awan besar plasma yang dapat menyebabkan badai geomagnetik di Bumi. Jika pancaran ini mengarah ke planet kita, dapat mengganggu satelit serta infrastruktur listrik dan komunikasi.
Penerbangan terdekat dan terakhir Parker Solar Probe diharapkan dapat melengkapi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sulit ini. “Parker Solar Probe mengubah bidang heliofisika,” kata Helene Winters, manajer proyek di Johns Hopkins Applied Physics Laboratory.
Dilengkapi dengan pelindung busa karbon setebal 11,4 cm, Parker Solar Probe dirancang untuk menahan suhu ekstrem hingga hampir 1.400 derajat Celcius. Sistem pendingin unik menjaga suhu interior tetap nyaman, memungkinkan instrumen sains berfungsi optimal.
Lebih dari setahun setelah peluncuran, Matahari memasuki siklus baru, solar maksimum. Para ilmuwan dari NASA dan lembaga lainnya mengumumkan bahwa Matahari telah mencapai puncak aktivitas dalam siklus 11 tahunnya, yang ditandai dengan peningkatan jumlah bintik Matahari.
Aktivitas Matahari yang meningkat terlihat jelas melalui pertunjukan aurora di Bumi. Badai Matahari bertanggung jawab atas aurora yang menari di sekitar kutub Bumi, dikenal sebagai Aurora Borealis dan Aurora Australis.
Parker Solar Probe memberikan wawasan berharga tentang aktivitas Matahari dan dampaknya terhadap Bumi. Dengan data yang dikumpulkan, para ilmuwan berharap dapat memahami dan memprediksi badai matahari di masa depan. Misi ini tidak hanya mengungkap misteri Matahari, tetapi juga membuka jalan bagi eksplorasi lebih lanjut di Tata Surya.