Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkapkan adanya lonjakan drastis dalam jumlah insiden kekerasan yang terjadi di institusi pendidikan sepanjang tahun 2024. Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI, menyatakan bahwa peningkatan ini melampaui 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Sejak kami membuka saluran pengaduan melalui situs web, Instagram, dan media lainnya dari tahun 2020 hingga 2024, data menunjukkan tren yang terus meningkat,” ungkap Ubaid di Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024).
Pada tahun 2023, JPPI mencatat 285 insiden kekerasan di institusi pendidikan. Namun, pada tahun 2024, jumlah tersebut melonjak menjadi 573 insiden, menunjukkan peningkatan lebih dari 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Ubaid menekankan bahwa tren kenaikan ini belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. “Jika kita melihat trennya, dari tahun ke tahun, insiden kekerasan ini terus meningkat,” katanya.
Data yang diterima JPPI menunjukkan bahwa insiden kekerasan di institusi pendidikan terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Namun, ada lima daerah yang mencatat jumlah insiden tertinggi, yaitu Jawa Timur dengan 81 insiden, Jawa Barat 56 insiden, Jawa Tengah 45 insiden, Banten 32 insiden, dan Jakarta 30 insiden. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Jawa menjadi wilayah dengan insiden kekerasan di institusi pendidikan yang paling banyak.
“Jika kita melihat distribusi insiden di provinsi-provinsi, ternyata insiden ini merata di seluruh Indonesia. Namun, Jawa Timur mencatat jumlah yang lebih tinggi, mungkin karena jumlah institusi pendidikan di sana lebih banyak dibandingkan provinsi lain,” jelas Ubaid.
Selain di sekolah, insiden kekerasan juga dilaporkan terjadi di madrasah dan pesantren. “Dari insiden yang kami terima, 60 persen terjadi di sekolah, 16 persen di madrasah, dan 20 persen di pesantren,” tambah Ubaid.
Dengan meningkatnya insiden kekerasan ini, JPPI berharap adanya perhatian lebih dari berbagai pihak untuk mengatasi dan mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan.