Damaskus – Menteri Luar Negeri Ukraina, Andriy Sybiga, melaksanakan kunjungan signifikan ke Damaskus, Suriah, pada Senin (30/12/2024). Lawatan ini terjadi setelah milisi di Suriah berhasil menggulingkan rezim Bashar Al Assad, yang selama ini didukung oleh Rusia, musuh bebuyutan Kyiv.
Dalam pertemuannya dengan pemimpin baru Suriah, Ahmed Al Sharaa, Sybiga menyampaikan permintaan tegas agar Damaskus segera mengusir Rusia dan seluruh asetnya dari Suriah. Menurut Sybiga, dukungan Moskow terhadap Assad telah menyebabkan penderitaan berkepanjangan bagi rakyat Suriah.
“Rezim Rusia dan Assad saling mendukung karena keduanya didasarkan pada kekerasan dan penyiksaan,” ujar Sybiga dalam sebuah pernyataan resmi. Pernyataan ini menegaskan sikap Ukraina yang menentang keras kehadiran Rusia di Suriah.
Sybiga juga menegaskan kesiapan Kyiv untuk memperbaiki hubungan dengan Suriah, yang sempat terputus ketika Assad mengakui aneksasi wilayah Ukraina oleh Rusia. Pada hari Jumat sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengumumkan bahwa Ukraina telah mengirimkan bantuan pangan berupa 500 ton tepung terigu ke Suriah.
“Kami yakin bahwa dari sudut pandang strategis, pencabutan kehadiran Rusia di Suriah akan berkontribusi pada stabilitas tidak hanya negara Suriah, tetapi juga seluruh Timur Tengah dan Afrika,” tambah Sybiga.
Milisi yang dipimpin oleh kelompok Islamis Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di bawah pimpinan Sharaa melancarkan serangan pada 27 November, yang berhasil merebut sejumlah kota penting dan akhirnya ibu kota Damaskus. Assad terpaksa mengalah dan melarikan diri ke Rusia setelah HTS mengambil alih Istana Presiden.
Meskipun Moskow mendukung Assad, Sharaa dalam wawancara dengan saluran TV Al-Arabiya pada hari Minggu menyatakan adanya “kepentingan strategis yang mendalam antara Rusia dan Suriah”. Ia menekankan bahwa “semua persenjataan Suriah berasal dari Rusia, dan banyak pembangkit listrik dikelola oleh para ahli Rusia… Kami tidak ingin Rusia meninggalkan Suriah seperti yang diinginkan sebagian orang.”
Rusia memiliki sejumlah aset penting di Suriah, termasuk pangkalan T4 di gurun Homs dan pangkalan udara Khmeimim. Lebih penting lagi, pada tahun 2017, Rusia menandatangani sewa selama 49 tahun untuk pelabuhan Tartus, yang memungkinkan Moskow mengakses Laut Tengah.
Kunjungan Menlu Ukraina ke Suriah menandai babak baru dalam hubungan kedua negara, dengan fokus pada pengusiran Rusia dari wilayah Suriah. Meskipun ada perbedaan pandangan antara pemimpin baru Suriah dan Ukraina, upaya diplomasi ini diharapkan dapat membawa stabilitas lebih lanjut di kawasan Timur Tengah dan Afrika. Dengan berbagai kepentingan yang terlibat, masa depan hubungan Rusia-Suriah dan Ukraina-Suriah masih menjadi perhatian utama dalam dinamika politik internasional.