Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya perlakuan khusus yang diterima oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Indonesia. Perlakuan ini terutama dirasakan oleh mereka yang memiliki hubungan kekerabatan dengan dosen. Temuan ini dipaparkan dalam kajian KPK yang berjudul “Identifikasi Risiko Korupsi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis di Indonesia.”
Dalam survei yang dilakukan oleh KPK, terungkap bahwa 37,09 persen responden peserta PPDS di wilayah Sumatera mengaku pernah melihat atau mengalami perlakuan khusus tersebut. Sementara itu, 27,24 persen responden di Bali-Nusa Tenggara, 22,08 persen di Jawa, dan 13,07 persen di Sulawesi juga menyatakan hal serupa. Data ini menunjukkan bahwa fenomena perlakuan khusus tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Dari hasil wawancara mendalam, terungkap bahwa penyebab perlakuan khusus ini cukup kompleks dan sarat dengan konflik kepentingan. Peserta PPDS tingkat akhir mengungkapkan bahwa perlakuan berbeda diberikan kepada junior yang memiliki hubungan kekerabatan dengan dosen. Hal ini dilakukan untuk mempermudah mereka dalam berhubungan dengan dosen, mengatur jadwal PPDS, dan melancarkan proses kelulusan.
Meskipun demikian, peserta PPDS menegaskan bahwa perlakuan khusus ini tidak berarti dosen memberikan beban yang lebih ringan. Sebaliknya, perhatian lebih diberikan kepada peserta yang memiliki hubungan kekerabatan dengan dosen. Namun, perlakuan khusus ini dinilai dapat berdampak negatif terhadap pelaksanaan PPDS, karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan praktik yang tidak objektif, bahkan koruptif.
Kajian yang dilakukan oleh KPK ini disusun dari April 2023 hingga September 2023, dengan fokus pada tata kelola PPDS yang diselenggarakan pada tahun 2020–2022. Survei dilakukan secara daring menggunakan platform Google Form, dengan teknik snowball sampling selama 30 hari hingga data mencapai saturasi. Kuesioner disebarkan melalui Asosiasi Fakultas Kedokteran Negeri Seluruh Indonesia (AFKNI) kepada seluruh dekan fakultas kedokteran penyelenggara PPDS, serta melalui jejaring mahasiswa dan alumni PPDS di tiap program studi.
Jumlah sampel yang mengisi dan selesai diolah adalah sebanyak 1.417 responden, dengan proporsi 1.366 responden peserta yang lulus seleksi PPDS baik sebagai mahasiswa maupun alumni. Jumlah sampel ini sekitar 10% dari estimasi total populasi residen/peserta didik sebanyak 13.000, berdasarkan data residen Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia per 2020. Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%, margin of error yang diharapkan adalah +/- 2.58%, sehingga hasil survei ini diharapkan dapat merepresentasikan populasi secara akurat.
Temuan KPK ini menyoroti perlunya perhatian lebih terhadap tata kelola PPDS di Indonesia. Diharapkan, dengan adanya kajian ini, pihak terkait dapat mengambil langkah-langkah untuk mengatasi perlakuan khusus dan potensi konflik kepentingan dalam program pendidikan dokter spesialis. Transparansi dan objektivitas dalam pendidikan sangat penting untuk memastikan kualitas dan integritas lulusan dokter spesialis di Indonesia.