Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan dua individu yang diduga terlibat dalam skandal korupsi terkait pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penahanan ini dilakukan oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan, Kegiatan Pelaksanaan Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) NTB.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa kedua tersangka tersebut adalah Aprialely Nirmala (AN) dan Agus Herijanto (AH). Keduanya diketahui menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dan kepala proyek pembangunan shelter tsunami di NTB.
Asep menjelaskan bahwa penahanan terhadap kedua tersangka dilakukan selama 20 hari, dimulai dari tanggal 30 Desember 2024 hingga 18 Januari 2025. Penahanan ini berlangsung di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur. Pernyataan ini disampaikan Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Senin (30/12/2024).
Berdasarkan keterangan dari Ahli Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Keuangan Negara, dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan shelter tsunami ini telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp18,4 miliar. “Telah terjadi penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp18.486.700.654,00,” ungkap Asep.
Asep menambahkan bahwa kedua tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Pelanggaran ini juga terkait dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Penahanan dua tersangka dalam kasus korupsi pembangunan shelter tsunami di NTB menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi yang merugikan negara. Dengan kerugian negara yang mencapai miliaran rupiah, diharapkan proses hukum dapat berjalan dengan transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya.