Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyingkap tabir korupsi yang melibatkan petinggi di lingkup Pemerintah Kota Pekanbaru. Kali ini, Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, bersama dua pejabat lainnya, diduga terlibat dalam pengelolaan anggaran yang menyimpang untuk tahun 2024-2025.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga individu sebagai tersangka. Selain Risnandar Mahiwa, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pekanbaru, Indra Pomi Nasution, dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru, Novin Karmila, juga terseret dalam kasus ini.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK pada Rabu dini hari (4/12), mengungkapkan bahwa pemotongan anggaran Ganti Uang di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru diduga telah berlangsung sejak Juli 2024. Pemotongan ini dilakukan demi kepentingan pribadi Risnandar dan Indra Pomi.
Novin Karmila, dengan bantuan staf Bagian Umum Setda Kota Pekanbaru, diduga mencatat aliran dana keluar dan masuk terkait pemotongan anggaran tersebut. Novin juga berperan dalam menyetorkan uang kepada Risnandar dan Indra Pomi, memperkuat dugaan keterlibatan mereka dalam skandal ini.
Anggaran Konsumsi Jadi Sumber Korupsi
Salah satu sumber anggaran yang dikorupsi berasal dari penambahan anggaran Setda, termasuk anggaran Konsumsi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) 2024. Dari anggaran ini, Risnandar diduga menerima bagian hingga Rp 2,5 miliar.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK, ditemukan uang tunai sebesar Rp 6.820.000.000. Uang ini diamankan sebagai bukti awal dari dugaan korupsi yang melibatkan para tersangka. Namun, hingga saat ini, belum ada penjelasan resmi mengenai total uang yang diterima oleh para tersangka, termasuk Risnandar.
KPK menegaskan akan terus mendalami kasus ini dengan menyelidiki pihak-pihak lain yang diduga terlibat serta menelusuri aliran uang yang lebih luas. “KPK masih akan terus mendalami dalam penyidikan perkara ini kepada pihak-pihak lain yang diduga terkait dan aliran uang lainnya,” ujar Ghufron menutup konferensi pers.
Kasus ini menambah daftar panjang skandal korupsi di Indonesia, khususnya di tingkat pemerintahan daerah. KPK diharapkan dapat mengusut tuntas kasus ini dan menegakkan hukum seadil-adilnya.