Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango, memberikan respons tegas terhadap usulan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang mengemukakan ide pengampunan bagi koruptor yang bersedia mengembalikan hasil korupsinya kepada negara. Menurut Nawawi, gagasan tersebut bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal 4 UU Tipikor menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi. Nawawi menegaskan bahwa meskipun pendekatan pengampunan ini sejalan dengan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang menekankan pada pemulihan aset, penerapannya di Indonesia masih terhambat oleh regulasi yang ada.
Nawawi, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin, menekankan bahwa gagasan pengampunan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. “Tindakan pengampunan itu akan tidak bersesuaian dengan makna ketentuan Pasal 4 tersebut,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa jika pengampunan tetap ingin dilaksanakan, maka perlu ada perubahan terhadap prinsip ketentuan Pasal 4.
Gagasan pengampunan koruptor ini disampaikan oleh Prabowo saat berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada 18 Desember 2024. Dalam pidatonya, Prabowo menyatakan niatnya untuk memberikan kesempatan bagi para koruptor untuk bertobat dengan mengembalikan hasil korupsi mereka. “Hei, para koruptor atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan,” ucap Prabowo.
Prabowo menjelaskan bahwa pengembalian hasil korupsi dapat dilakukan secara diam-diam agar tidak diketahui publik. Ia juga mengingatkan semua aparatur negara untuk mematuhi hukum dan memenuhi kewajiban mereka kepada negara. “Bayarlah kewajibanmu! Asal kau bayar kewajibanmu, taat kepada hukum, sudah kita menghadap masa depan,” tegasnya.
Kontroversi seputar gagasan pengampunan koruptor ini menyoroti tantangan dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Meskipun niat untuk memulihkan aset negara patut diapresiasi, penerapannya harus sejalan dengan regulasi yang ada. Diperlukan dialog dan kajian mendalam untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan prinsip hukum yang berlaku dan tetap menjaga integritas sistem peradilan di Indonesia.