XVG.id - Portal Berita Generasi Muda Indonesia
  • Home
  • Viral
  • Nasional
  • Selebriti
  • E-Sport
  • Musik
  • Fashion
  • Lifestyle
Reading: Kontroversi Pengampunan Koruptor: Strategi atau Kesalahan?
Share
  • Subscribe US
Notification
XVG.id - Portal Berita Generasi Muda IndonesiaXVG.id - Portal Berita Generasi Muda Indonesia
Font ResizerAa
  • Home
  • Nasional
  • Selebriti
  • Game & E-Sport
  • Musik
  • Fashion
  • Lifestyle
  • Viral & Trending
Search
  • Home
  • Nasional
  • Selebriti
  • Game & E-Sport
  • Musik
  • Fashion
  • Lifestyle
  • Viral & Trending
Have an existing account? Sign In
Follow US
© XVG.co.id - Portal Media Generasi Muda Indonesia
XVG.id - Portal Berita Generasi Muda Indonesia > Blog > Nasional > Kontroversi Pengampunan Koruptor: Strategi atau Kesalahan?
Nasional

Kontroversi Pengampunan Koruptor: Strategi atau Kesalahan?

Redaksi XVG
Last updated: 22 Desember 2024 3:59 am
Redaksi XVG
Share
4 Min Read

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, baru-baru ini mengemukakan bahwa pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai pemberian pengampunan bagi koruptor adalah bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang menitikberatkan pada pemulihan kerugian negara. Namun, pernyataan ini memicu kritik tajam dari IM57+ Institute, sebuah lembaga yang terdiri dari mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menilai bahwa Yusril memiliki pemahaman yang keliru terkait pemulihan aset hasil korupsi.

Lakso Anindito menegaskan bahwa pernyataan Yusril dapat dianggap sebagai upaya untuk menjustifikasi peringanan hukuman bagi koruptor, bahkan memberikan pemaafan dengan dalih optimalisasi pemulihan aset hasil korupsi.

“Silakan ditelaah regulasi di seluruh dunia, apakah ada upaya penghapusan pidana ketika adanya pemulihan aset? Jawabannya tidak ada,” tegas Lakso. Menurutnya, pemulihan aset tanpa hukuman pidana hanya dapat diterapkan pada tersangka korporasi, bukan individu.

Lakso menekankan bahwa pemulihan aset dan penghukuman adalah dua hal yang harus berjalan bersamaan dan tidak dapat saling menegasikan. Ia menjelaskan bahwa konsep perjanjian penundaan penuntutan dalam perkara pidana (deferred prosecution agreement) dapat diterapkan untuk memastikan korporasi memenuhi kewajiban pembayaran dengan cepat, sementara direksi dan pejabat publik tetap harus dihukum.

Lakso juga mengingatkan bahwa dalih optimalisasi pemulihan aset tidak bisa serta-merta digunakan untuk memberikan pemaafan kepada koruptor.

“Jangan sampai adanya upaya dari free rider yang menjustifikasi upaya peringanan hukuman dan bahkan pemaafan dengan alasan optimalisasi pemulihan aset,” paparnya.

Lebih lanjut, Lakso menjelaskan bahwa pernyataan Yusril yang menyebut gagasan pemaafan koruptor sejalan dengan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) harus dimaknai secara utuh. Ia mengingatkan agar pemaknaan UNCAC tidak dimanfaatkan untuk kepentingan elite dalam rencana memaafkan dan memberikan pengampunan bagi koruptor.

“Justru UNCAC mendorong pendekatan yang lebih radikal. Sebagai contoh, Pasal 20 UNCAC yang mendorong illicit enrichment (peningkatan kekayaan secara tidak sah) yang dapat merampas harta kekayaan tidak wajar,” tutur Lakso.

Sebelumnya, Yusril menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apa pun, termasuk korupsi. Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara dan sejalan dengan UNCAC yang telah diratifikasi.

“Apa yang dikemukakan Presiden itu sejalan dengan pengaturan UN Convention Against Corruption (UNCAC) yang sudah kita ratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006,” kata Yusril.

Yusril menambahkan bahwa penekanan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif, dan pemulihan kerugian negara (asset recovery). Ia berpendapat bahwa jika para pelaku korupsi hanya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Pernyataan Yusril dan reaksi dari IM57+ Institute menunjukkan adanya perdebatan yang terus berlanjut mengenai strategi pemberantasan korupsi di Indonesia. Sementara Yusril menekankan pentingnya pemulihan kerugian negara, kritik dari IM57+ Institute menyoroti risiko penyalahgunaan kekuasaan dan potensi pemaafan yang tidak tepat bagi koruptor. Perdebatan ini menyoroti perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan adil dalam menangani kasus korupsi di Indonesia.

TAGGED:NewsYusril Ihza Mahendra
Share This Article
Facebook Twitter Email Copy Link Print
Leave a comment Leave a comment

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow US

Find US on Social Medias
FacebookLike
TwitterFollow
YoutubeSubscribe
TelegramFollow

Popular News

Pelemahan Rupiah Terhadap Dolar AS: Tantangan Ekonomi Indonesia
19 Desember 2024
Uji Klinis Vaksin TBC Bill Gates di Indonesia: Manfaat dan Harapan
14 Mei 2025
Fashionable Summer Accessories to Dress Up Your Travel Look
27 Agustus 2021
Peringkat Reputasi Brand Grup Idol Rookie Desember 2024: TWS Memimpin
8 Desember 2024
XVG.id - Portal Berita Generasi Muda Indonesia

Memberships

  • Redaksi
  • Tentang Kami

Quick Links

  • Syarat dan Ketentuan Privasi
  • Iklan
  • Pedoman Siber
FacebookLike
TwitterFollow
YoutubeSubscribe

© XVG.co.id – Portal Media Generasi Muda Emas Indonesia

Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?