Galeri Nasional Indonesia (Galnas) akhirnya memberikan pernyataan terkait polemik lukisan karya Yos Suprapto yang dianggap menyerupai sosok Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Ketua Tim Museum dan Galeri IHA (Indonesian Heritage Agency), Zamrud Setya Nagara, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan terlibat dalam perdebatan tersebut.
“Kami tidak akan berkomentar untuk ke sana, karena kami zonanya ada pada karya seni, tidak akan lari kepada hal seperti itu,” ujar Zamrud kepada wartawan di kantor Galeri Nasional Indonesia, Kawasan Monas, Jakarta Pusat, Jumat (20/12).
Zamrud menjelaskan bahwa peran Galnas saat ini adalah sebagai fasilitator mediasi antara kurator, Suwarno Wisetrotomo, dan pelukis Yos Suprapto.
“Jadi kami sebagai fasilitator, sebagai mediator, punya peran yang baik pula di situ, supaya semuanya, publik merasa bersama kami, besar tumbuh membesarkan Galeri Nasional Indonesia,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa penundaan pameran bukan berarti pemberedelan atau pelarangan, melainkan untuk memberikan waktu bagi kurator dan pelukis menyatukan perspektif serta memperbarui konsep yang telah disepakati.
Penundaan pameran dilakukan untuk memastikan komunikasi yang baik antara kurator dan pelukis.
“Menunda itu artinya bukan pemberedelan. Bukan pemberangusan atau melarang. Menunda pembukaan dan pelaksanaan pamerannya,” jelas Zamrud.
Ia menambahkan bahwa Galnas sebagai lembaga publik juga memiliki peran edukasi, sehingga penting untuk menjaga komunikasi yang baik dalam setiap pameran.
Pelukis Yos Suprapto seharusnya membuka pameran tunggal bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” di Galeri Nasional, Jakarta, pada Kamis (19/12) malam. Namun, secara tiba-tiba, pihak Galeri Nasional mengunci pintu lokasi pameran, sehingga para pengunjung yang hadir tidak dapat melihat karya-karya yang telah dipersiapkan selama setahun terakhir.
Yos mengungkapkan bahwa sebelum pameran dibuka, kurator Suwarno Wisetrotomo meminta lima dari 30 lukisan untuk diturunkan, namun ia menolak. Lima lukisan tersebut berkaitan dengan sosok yang sangat populer di masyarakat Indonesia, dan banyak yang menyebutnya mirip dengan wajah Jokowi. Yos mengingatkan publik untuk berhati-hati dalam menafsirkan karyanya dan melihatnya dari berbagai perspektif.
“Makanya hati-hati. Jangan melihat segala sesuatu itu hanya dari satu perspektif. Lihatlah bola, belajar melihat bola secara utuh. Itu penting,” kata Yos di Galeri Nasional Indonesia, Jumat (20/12).
Kontroversi ini memicu spekulasi di kalangan masyarakat, terutama mengenai kemiripan lukisan dengan sosok Jokowi. Namun, Yos menekankan pentingnya melihat karya seni dari berbagai sudut pandang dan tidak terburu-buru dalam menilai. Ia berharap agar publik dapat lebih bijak dalam menafsirkan karya seni dan menghargai kebebasan berekspresi seniman.
Dengan adanya penundaan ini, diharapkan agar komunikasi antara kurator dan seniman dapat lebih baik di masa depan, sehingga pameran dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan kontroversi. Galeri Nasional Indonesia diharapkan dapat terus menjadi wadah bagi seniman untuk mengekspresikan karyanya dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai seni dan budaya. Ke depan, diharapkan agar setiap pameran dapat menjadi ajang apresiasi seni yang bermanfaat bagi semua pihak.