Serikat buruh di Indonesia melontarkan ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan Upah Minimum Nasional (UMP) sebesar 6,5 persen pada tahun 2025. Namun, kebijakan ini dibarengi dengan rencana peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai Januari 2025. Menurut serikat buruh, kenaikan UMP tersebut akan kehilangan maknanya.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Buruh Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, menyatakan bahwa rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN hingga 12 persen akan membuat kenaikan upah buruh menjadi tidak efektif.
“Jika PPN benar-benar naik menjadi 12 persen, maka kenaikan 6,5 persen pada UMP akan menjadi sia-sia dan bahkan bisa berujung pada penurunan daya beli,” ujar Mirah kepada kumparan pada Minggu (1/12).
Mirah juga menyoroti bahwa meskipun upah buruh naik 6,5 persen, jika pemerintah tetap menaikkan PPN, industri dan pengusaha mungkin akan memilih jalan pintas dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Jika pemerintah memaksa kenaikan PPN, industri mungkin akan memilih PHK sebagai solusi cepat,” tambahnya.
Selain itu, Mirah mencatat bahwa menjelang Natal dan Tahun Baru 2025, harga pangan telah mengalami kenaikan drastis hingga 20 persen. Belum lagi, ada rencana kenaikan harga energi seperti listrik dan BBM di tahun depan.
“Harga pangan sudah naik lebih dari 20 persen. Pemerintah juga berencana menaikkan tarif listrik dan BBM, yang pasti akan naik setiap tahun,” ungkap Mirah.
Mirah menegaskan bahwa satu-satunya solusi bagi buruh adalah kenaikan upah yang signifikan, setidaknya 20 persen.
“Pendidikan, kesehatan, dan transportasi publik belum sepenuhnya gratis. Listrik dan BBM juga belum mendapat subsidi yang luas. Oleh karena itu, kenaikan upah adalah satu-satunya komponen yang bisa diandalkan buruh,” jelasnya.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, sependapat dengan Mirah. Ia menyatakan bahwa kenaikan UMP 6,5 persen yang diikuti dengan kenaikan PPN 12 persen hanya akan memicu PHK besar-besaran di industri.
“Kita sudah mendengar ada resistensi dari pengusaha, dan buruh akan di-PHK,” kata Elly Rosita kepada kumparan.
Elly menambahkan bahwa meskipun kenaikan UMP dapat meningkatkan daya beli buruh, pemerintah harus memastikan bahwa pengusaha tidak melakukan PHK.
“Pemerintah dan pengusaha harus menjamin bahwa kenaikan ini dijalankan dengan baik di lapangan dan tidak ada PHK,” tegasnya.
Serikat buruh berharap pemerintah dapat menyeimbangkan kebijakan kenaikan UMP dan PPN agar tidak merugikan buruh.
“Kami mengapresiasi kenaikan UMP 6,5 persen, tetapi kenaikan pajak 12 persen akan menghilangkan arti dari kenaikan tersebut,” tutup Elly.