Presiden Joko Widodo, pemimpin ketujuh Indonesia, akhirnya angkat bicara mengenai rencana peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Jokowi menegaskan bahwa kenaikan ini telah diatur dalam undang-undang, hasil dari kesepakatan antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah.
Jokowi menekankan bahwa keputusan tersebut harus dilaksanakan oleh pemerintah, meskipun ada berbagai reaksi dari masyarakat. “Ini sudah diputuskan dalam harmonisasi peraturan perpajakan dan disetujui oleh DPR. Jadi, pemerintah harus melaksanakannya,” ujar Jokowi pada Jumat (27/12), seperti dilansir dari detik.com.
Jokowi menjelaskan bahwa kenaikan PPN ini telah melalui berbagai pertimbangan yang matang. Pemerintah, menurutnya, telah melakukan perhitungan dan analisis mendalam sebelum memutuskan kebijakan ini. “Pemerintah sudah berhitung dan mempertimbangkan dengan matang. Saya kira kita harus mendukung keputusan ini karena pasti ada alasan kuat di baliknya, dan ini juga merupakan amanat undang-undang yang harus dijalankan,” tambahnya.
Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta ini juga menekankan bahwa pemerintah telah memperhitungkan dampak kenaikan PPN terhadap masyarakat. “Pemerintah sudah melakukan kalkulasi dan pertimbangan dampaknya terhadap masyarakat,” jelas Jokowi.
Di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dipastikan akan berlaku mulai 1 Januari mendatang. Kebijakan ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada masa pemerintahan Jokowi.
Namun, kebijakan ini menuai penolakan dari masyarakat. Banyak yang merasa keberatan dengan kenaikan PPN ini, dan mereka telah membuat petisi daring berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” untuk mendesak Presiden Prabowo agar membatalkan kebijakan tersebut. Hingga Rabu (25/12), petisi ini telah ditandatangani oleh 193 ribu orang.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen ini menjadi isu yang sensitif di kalangan masyarakat. Banyak yang khawatir bahwa kenaikan ini akan berdampak pada daya beli masyarakat dan menambah beban ekonomi, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi.
Pemerintah dihadapkan pada tantangan untuk menjelaskan dan meyakinkan masyarakat bahwa kebijakan ini diperlukan untuk kepentingan jangka panjang. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan bahwa dampak negatif dari kenaikan PPN ini dapat diminimalisir, terutama bagi kelompok masyarakat yang paling rentan.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan kebijakan yang telah diputuskan melalui proses legislasi yang sah. Namun, tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana mengelola reaksi publik dan memastikan bahwa kebijakan ini tidak menambah beban bagi masyarakat. Dengan komunikasi yang efektif dan kebijakan pendukung yang tepat, diharapkan pemerintah dapat mengatasi tantangan ini dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.