Tiongkok kembali menegaskan tekadnya dalam memerangi korupsi dengan mengeksekusi Li Jianping, mantan sekretaris Partai Komunis yang bertugas di komite teknologi dan pembangunan. Eksekusi ini merupakan bagian dari kampanye anti-korupsi yang telah digalakkan selama satu dekade terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping.
Pengadilan Inner Mongol mengumumkan eksekusi Li Jianping pada Selasa (17/12). Li dijatuhi hukuman mati setelah terbukti melakukan penyuapan dan penyelewengan dana publik. “Disetujui oleh Mahkamah Rakyat Agung, pada pagi hari tanggal 17 Desember 2024, Pengadilan Rakyat Menengah Liga Hinggan Daerah Otonomi Mongol Dalam mengeksekusi Li Jianping sesuai dengan hukum,” demikian pernyataan pengadilan yang dikutip dari Reuters.
Sebelum eksekusi dilaksanakan, Li Jianping sempat mengajukan banding. Namun, banding tersebut ditolak, dan pengadilan tetap memerintahkan eksekusi. Pengadilan menegaskan bahwa Li tidak hanya menggelapkan dana publik, tetapi juga menggunakan posisinya untuk mendapatkan keuntungan bagi kelompok kriminal.
Sejak memegang tampuk kekuasaan, Presiden Xi Jinping telah memimpin upaya pemberantasan korupsi secara luas. Kampanye ini bertujuan untuk membersihkan pemerintahan dari praktik korupsi yang merajalela dan memperkuat integritas di kalangan pejabat negara.
Tiongkok tidak mengungkapkan data resmi mengenai jumlah eksekusi mati yang dilakukan setiap tahun, dengan alasan bahwa informasi tersebut merupakan rahasia negara. Namun, LSM Amnesty International memperkirakan bahwa ribuan orang dieksekusi setiap tahunnya di Tiongkok.
Pelaksanaan eksekusi mati di Tiongkok menuai kritik dari berbagai LSM kemanusiaan. Mereka menuduh bahwa hukuman mati terkait korupsi sering kali digunakan oleh Xi Jinping untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Tuduhan ini menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan dalam kampanye anti-korupsi.
Eksekusi Li Jianping menyoroti ketegasan Tiongkok dalam memberantas korupsi, meskipun metode yang digunakan menuai kontroversi. Dengan tidak adanya transparansi mengenai jumlah eksekusi mati, kritik terhadap kebijakan ini terus bergulir. Namun, di tengah kritik tersebut, pemerintah Tiongkok tetap melanjutkan kampanye anti-korupsi sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
