JAKARTA – OC Kaligis, pengacara dari Mitora Pte. Ltd., mengungkapkan ketidakpuasan mendalam terhadap keputusan Majelis Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam sengketa antara Mitora dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi (YPBP). Keputusan yang terdaftar dengan nomor perkara 47013/II/ARB-BANI/2024 ini dianggap tidak hanya tidak profesional tetapi juga mengabaikan prinsip keadilan dalam proses arbitrase.
Kaligis menegaskan, “Keputusan ini sarat dengan kelemahan logis dan hukum. BANI, yang seharusnya berfungsi sebagai lembaga arbitrase netral dan independen, justru menunjukkan kecenderungan berat sebelah. Fakta-fakta yang kami ajukan diabaikan, sementara argumen dari pihak lawan diterima tanpa verifikasi mendalam.”
OC Kaligis mengungkapkan bahwa Mitora telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk membatalkan keputusan BANI tersebut. Menurutnya, keputusan Majelis Arbitrase BANI tidak hanya menunjukkan ketidakprofesionalan, tetapi juga mengkhianati prinsip keadilan yang seharusnya menjadi dasar setiap proses arbitrase.
“Majelis Arbitrase menyatakan bahwa Mitora melakukan wanprestasi, padahal bukti-bukti menunjukkan Mitora telah beritikad baik dan melaksanakan tanggung jawabnya sejauh mungkin sesuai dengan Akta Notaris 2014,” ujar Kaligis.
Sengketa ini bermula dari Perjanjian Kerja Sama antara Mitora Pte. Ltd. dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi, yang dituangkan dalam Akta Notaris Nomor 13 tanggal 17 April 2014. Mitora telah memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian, termasuk menyusun master plan, melakukan presentasi proyek, dan mendanai operasional selama periode tertentu.
Namun, Yayasan gagal memenuhi kewajiban hukum yang menjadi dasar pelaksanaan proyek, seperti penyerahan dokumen penting, dukungan teknis di lapangan, dan penandatanganan perjanjian lanjutan. Akibatnya, pembangunan tidak dapat dimulai dan proyek menjadi terhambat.
“Pelaksanaan kerjasama tidak bisa dilaksanakan karena pihak Yayasan tidak mau membentuk PT bersama, yang seharusnya menjadi kewajiban Yayasan,” jelas Kaligis.
Kaligis menegaskan bahwa putusan BANI dalam perkara ini menunjukkan kelemahan sistemik yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga arbitrase.
“Jika BANI tidak segera melakukan reformasi untuk menjamin integritas dan profesionalisme, maka lembaga ini berisiko kehilangan legitimasi di mata para pencari keadilan,” ujar Kaligis.
“Kami menolak mentah-mentah putusan ini dan akan terus memperjuangkan hak Mitora hingga keadilan ditegakkan. Ini bukan hanya soal kasus Mitora, tetapi juga soal prinsip hukum yang harus ditegakkan oleh lembaga arbitrase seperti BANI,” pungkas Kaligis.
Deny Ade Putera, Executive Assistant Director Mitora, menegaskan bahwa Mitora akan terus melakukan upaya hukum berdasarkan fakta-fakta yang jelas dan ikatan hukum yang kuat, seperti Akta Notaris tahun 2014 beserta bukti lainnya.
“Kami berharap pemerintah dapat turut memperhatikan peristiwa ini, mengingat adanya berbagai kejanggalan dalam proses peradilan arbitrase yang dijalani oleh Mitora. Fakta-fakta yang kami sampaikan terkait Pengakuan Kewajiban Yayasan kepada Mitora melalui Berita Acara, Surat Pernyataan, dan Surat Tugas, serta dokumen-dokumen lainnya, justru menunjukkan itikad baik kami untuk mengelola secara profesional dan menjadikan museum bernilai tinggi, namun hasilnya kami didzolimi seperti ini,” ujar Deny.
Dengan langkah hukum yang terus berlanjut, Mitora berharap keadilan dapat ditegakkan dan integritas lembaga arbitrase dapat dipulihkan.