Jakarta – Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, yang lebih dikenal dengan nama Tom Lembong, mengisahkan perjalanan kariernya selama menjabat di kabinet Presiden Joko Widodo. Dalam pernyataannya, Tom menegaskan bahwa selama masa jabatannya, ia tidak pernah menerima teguran atau sanksi dari pihak manapun.
Namun, situasi berubah drastis ketika ia tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus importasi gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Sebelum saya ditetapkan sebagai tersangka, saya tidak pernah menerima teguran atau sanksi dari pihak manapun dan tidak pernah menjadi subjek investigasi, termasuk oleh BPKP atau BPK. Saya juga tidak pernah diminta klarifikasi atas kebijakan yang saya ambil sebagai Menteri Perdagangan,” ungkap Tom Lembong dalam sidang virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2024).
Tom menjelaskan bahwa selama menjabat sebagai menteri, ia selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dalam setiap kebijakan yang diambil, sesuai arahan Presiden Jokowi. Namun, kebijakan impor gula yang diambilnya justru menjadi alat bagi Kejagung untuk menuduhnya terlibat dalam tindak pidana korupsi.
“Selama satu tahun saya menjabat sebagai Mendag, harga dan kecukupan stok pangan menjadi perhatian utama Presiden Jokowi. Oleh karena itu, saya sering berkonsultasi dengan beliau, baik secara formal maupun informal, termasuk mengenai impor pangan,” jelasnya.
Tom Lembong menegaskan bahwa semua kebijakan yang diambilnya, termasuk impor gula, dilakukan secara transparan.
“Semua surat dan izin yang saya tanda tangani ditembuskan ke berbagai pihak, termasuk presiden, menteri koordinator, Kapolri, dan KSAD,” tegasnya.
Dalam sidang praperadilan terkait penetapannya sebagai tersangka, Tom Lembong mengungkapkan bahwa ia tidak diberi kesempatan yang layak untuk menunjuk kuasa hukum oleh penyidik Kejagung.
“Seumur hidup saya, termasuk 11 tahun di dunia kebijakan dan politik, saya belum pernah diperiksa oleh aparat hukum manapun. Pemeriksaan oleh Kejaksaan bulan lalu adalah yang pertama kali dalam hidup saya,” ujarnya.
Tom mengakui bahwa ia tidak memahami sepenuhnya alur proses hukum dan konsekuensi dari pilihan kata yang digunakannya. Selama pemeriksaan, ia beritikad baik dan berusaha menyampaikan fakta secara jujur.
“Karena saya merasa tidak ada indikasi apapun yang mencurigakan, saya tidak pernah membawa penasihat hukum selama diperiksa sebagai saksi,” jelasnya.
Tom Lembong baru menyadari pentingnya pendampingan penasihat hukum untuk memastikan bahwa bahasa yang digunakannya sesuai dengan bahasa hukum yang tepat.
“Belum lagi keterbatasan saya dalam berbahasa Indonesia, di mana bahasa Indonesia saya sering seperti bahasa Indonesia orang bule,” tambahnya.
Ketika diberitahu bahwa ia ditetapkan sebagai tersangka, Tom mengaku sangat terkejut.
“Dengan setiap kesaksian yang telah saya berikan, saya semakin yakin bahwa saya tidak berbuat kesalahan,” tutupnya.
Kasus yang menimpa Tom Lembong ini menyoroti pentingnya transparansi dan pendampingan hukum dalam proses penegakan hukum. Meskipun ia mengklaim tidak bersalah, proses hukum yang berjalan akan menentukan kebenaran dari tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Sementara itu, Tom Lembong tetap berkomitmen untuk menyampaikan fakta dan membela diri dalam proses hukum yang sedang berlangsung.