Qaiatul Muallima, seorang anggota staf dari Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, telah mengeluarkan permohonan maaf terkait percakapan yang dianggap meremehkan trauma seorang mahasiswi, korban pelecehan seksual oleh seorang dosen berinisial FS. Dalam percakapan tersebut, Qaiatul juga terkesan membela dosen yang bersangkutan.
Dalam surat klarifikasi dan permohonan maaf yang diterima oleh kumparan pada Jumat malam (29/11), Qaiatul menyatakan,
“Saya selaku anggota Sekretariat Satgas PPKS Unhas secara pribadi mengakui telah berkomunikasi dengan pelapor/korban melalui aplikasi WhatsApp atas inisiatif sendiri.”
Qaiatul menjelaskan bahwa pernyataan dalam percakapan tersebut merupakan respons atas beberapa pertanyaan dari korban. Namun, ia mengakui bahwa diksi yang digunakan dalam menjawab pertanyaan tersebut tidak tepat dan salah, sehingga memicu kemarahan dari berbagai pihak.
“Saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Saya sangat menyesal, saya minta maaf kepada korban, publik, dan seluruh pihak,” lanjutnya.
Qaiatul menegaskan bahwa responsnya terhadap pertanyaan korban adalah bentuk kepeduliannya. Selama ini, ia mengaku aktif menemani dan mengajak korban untuk pemulihan trauma. Namun, ia menyadari bahwa apa yang disampaikan dalam percakapan tersebut adalah keliru.
“Kejadian ini menjadi bahan introspeksi saya, untuk lebih bijak berkomunikasi, terutama dalam konteks sensitif,” ucapnya.
Ketua Satgas Unhas, Prof Farida, mengakui bahwa percakapan stafnya dengan korban merupakan inisiatif pribadi. Qaiatul Muallima telah dimintai penjelasan dan telah meminta maaf.
“Yang bersangkutan sudah minta maaf. Dia hanya merespon pertanyaan korban. Jadi dia sudah minta maaf dan kami minta di-publish,” kata Farida kepada wartawan secara terpisah.
Permohonan maaf dari Qaiatul Muallima ini diharapkan dapat meredakan situasi dan menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam berkomunikasi, terutama dalam konteks yang sensitif seperti kasus pelecehan seksual. Kejadian ini juga menekankan pentingnya empati dan dukungan yang tepat bagi para korban agar proses pemulihan dapat berjalan dengan baik.