Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, Wahyu Dinata, mengungkapkan adanya tren penurunan partisipasi pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dibandingkan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Fenomena ini menjadi perhatian serius mengingat tingkat partisipasi di Pilgub Jakarta yang cenderung rendah.
Dalam pernyataannya kepada wartawan di Kantor KPU Jakarta pada Kamis (28/11), Wahyu menyatakan bahwa alur pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) terpantau agak renggang.
“Kami belum mengetahui angka pastinya, berapa tingkat partisipasi, namun untuk pilkada memang cenderung lebih rendah dibandingkan pilpres,” ujarnya.
Wahyu mengakui bahwa partisipasi pemilih di Pilgub Jakarta 2024 terus mengalami penurunan. Saat ini, angka partisipasi diperkirakan hanya mencapai sekitar 50 persen.
“Sebagai perbandingan, tingkat partisipasi pada 2007 dan 2012 sekitar 65 persen, sementara pada 2017 meningkat menjadi 78 persen,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa KPU Jakarta sedang melakukan rekapitulasi dan evaluasi untuk memahami penyebab penurunan partisipasi ini.
“Apakah disebabkan oleh program-program kami yang kurang efektif di masyarakat, atau ada faktor lain yang mempengaruhi,” tambah Wahyu.
Anggota KPU Jakarta, Astri Megatari, menegaskan bahwa pihaknya telah berupaya maksimal untuk mensosialisasikan pentingnya partisipasi pemilih. Sosialisasi dilakukan mulai dari tingkat pemilih pemula hingga di tempat-tempat keramaian.
“KPU DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas,” ungkap Astri.
Namun, jika hasil partisipasi masih di bawah harapan atau lebih rendah dari pilpres, Astri menekankan perlunya kajian dan evaluasi lebih mendalam.
“Hal ini penting agar ke depan kita bisa lebih baik lagi,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, partisipasi pemilih di Jakarta hanya mencapai 4.357.512 atau 53,05 persen dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berjumlah 8.214.007. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat golongan putih (Golput) atau warga yang tidak memilih mencapai 46,95 persen, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah pemilu di Jakarta.
Penurunan partisipasi pemilih ini menjadi tantangan besar bagi KPU Jakarta. Diperlukan strategi dan pendekatan baru untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Dengan evaluasi yang tepat, diharapkan partisipasi pemilih dapat meningkat pada pemilu-pemilu berikutnya, sehingga demokrasi di Jakarta dapat berjalan lebih baik dan representatif.